Berita
dari dalam negeri
Sumber-sumber
sejarah dalam negeri mengenai Sriwijaya adalah prasasti-prasasti berhuruf
Pallawa dan berbahasa Melayu Kuno.
1. Prasasti Kedukan Bukit berangka
tahun 605 Saka (683 M) ditemukan di tepi Sungai Tatang, dekat Palembang.
2.
Prasasti
Talang Tuo berangka tahun 606 Saka (684 M) ditemukan di sebelah barat Pelembang.
3.
Prasasti
Kota Kapur berangka tahun 608 Saka (686 M) ditemukan di Bangka.
Prasasti ini
menjadi bukti serangan Sriwijaya terhadap Tarumanegara yang membawa keruntuhan
kerajaan tersebut, terlihat dari bunyi: "Menghukum bumi Jawa yang tidak tunduk kepada Sriwijaya."
4. Prasasti Karang Berahi berangka
tahun 608 Saka (686 M). Isi prasasti ini memperjelas
bahwa secara politik, Sriwijaya bukanlah negara kecil, melainkan memiliki
wilayah yang luas dan kekuasaannya yang besar. Prasasti ini juga memuat
penaklukan Jambi.
5. Prasasti Telaga Batu (tidak
berangka tahun). Prasasti ini menyebutkan
bahwa negara Sriwijaya berbentuk kesatuan dan menegaskan kedudukan putra-putra
raja: Yuwaraja (putra mahkota), Pratiyuwaraja (putra mahkota kedua), dan
Rajakumara (tidak berhak menjadi raja).
6. Prasasti Ligor berangkat tahun 697 Saka (775 M)
ditemukan di Tanah Genting Kra. Prasasti ini memuat kisah penaklukan Pulau
Bangka dan Tanah Genting Kra (Melayu) oleh Sriwijaya
7. Prasasti Palas Pasemah (tidak berangka tahun)
ditemukan di Lampung berisi penaklukan Sriwijaya terhadap Kerajaan Tulangbawang
pada abad ke-7.
Dari sumber-sumber
sejarah tersebut dapat disimpulkan sebagai berikut.
1)
Pertama, pendiri Kerajaan Sriwijaya adalah Dapunta
Hyang Sri Jayanegara yang berkedudukan di Minangatwan.
2)
Kedua, Raja Dapunta Hyang berusaha memperluas wilayah
kekuasaannya dengan menaklukkan wilayah di sekitar Jambi.
3)
Ketiga, Sriwijaya semula tidak berada di sekitar
Pelembang, melainkan di Minangatwan, yaitu daerah pertemuan antara Sungai
Kampar Kanan dan Sungai Kampar Kiri. Setelah berhasil menaklukkan Palembang,
barulah pusat kerajaan dipindah dari Minangatwan ke Palembang.
1) Berita
dari Cina
Dalam perjalanannya untuk menimba ilmu agama Buddha di
India, I-Tsing pendeta dari Cina,
singgah di Shi-li-fo-shih (Sriwijaya) selama enam bulan dan mempelajari
paramasastra atau tata bahasa Sanskerta. Kemudian, bersama guru Buddhis, Sakyakirti,
ia menyalin kitab Hastadandasastra ke dalam bahasa Cina. Kesimpulan I-Tsing
mengenai Sriwijaya adalah negara ini telah maju dalam bidang agama Buddha.
Pelayarannya
maju karena kapal-kapal India singgah di sana dan ditutupnya Jalan Sutra oleh
bangsa Han. Buddhisme di Sriwijaya dipengaruhi Tantraisme, namun disiarkan pula
aliran Buddha Mahayana. I-Tsing juga menyebutkan bahwa Sriwijaya telah
menaklukkan daerah Kedah di pantai barat Melayu pada tahun 682 – 685.
Berita Cina dari dinasti
Tang menyebutkan bahwa Shi-li-fo-shih (Sriwijaya) adalah kerajaan Buddhis
yang terletak di Laut Selatan. Adapun berita sumber dari dinasti Sung
menyebutkan bahwa utusan Cina sering datang ke San-fo-tsi. Diyakini bahwa yang
disebut San-fo-tsi itu adalah Sriwijaya.
2) Berita
dari Arab
Berita Arab menyebutkan adanya negara Zabag
(Sriwijaya). Ibu Hordadheh mengatakan bahwa Raja Zabag banyak menghasilkan
emas. Setiap tahunnya emas yang dihasilkan seberat 206 kg. Berita lain
disebutkan oleh Alberuni. Ia mengatakan bahwa Zabag lebih dekat dengan Cina
daripada India. Negara ini terletak di daerah yang disebut Swarnadwipa (Pulau
Emas) karena banyak menghasilkan emas.
3) Berita
dari India
Prasasti Leiden Besar yang ditemukan oleh raja-raja
dari dinasti Cola menyebutkan adanya pemberian tanah Anaimangalam kepada biara
di Nagipatma. Biara tersebut dibuat oleh Marawijayattunggawarman, keturunan
keluarga Syailendra yang berkuasa di Sriwijaya dan Kataka.
Prasasti Nalanda menyebutkan bahwa Raja Dewa Paladewa
dari Nalanda, India, telah membebaskan lima buah desa dari pajak. Sebagai
imbalannya, kelima desa itu wajib membiayai para mahasiswa dari Kerajaan
Sriwijaya yang menuntut ilmu di Kerajaan Nalanda.
Hal ini merupakan wujud penghargaan sebab Raja
Sriwijaya saat itu, Balaputradewa, mendirikan vihara di Nalanda. Selain itu,
prasasti Nalanda juga menyebutkan bahwa Raja Balaputradewa sebagai raja
terakhir dinasti Syailendra yang terusir dari Jawa meminta kepada Raja Nalanda
untuk mengakui hak-haknya atas dinasti Syailendra.
Kerajaan Sriwijaya, kehidupan politik dan ekonomi, dan kemundurannya
Prasasti Kedukan Bukit (683M)
Ditemukan
oleh M. Batenburg 20 Okt 1920 di
kampung kedukan bukit. Ditepi sungai Tatang. Prasasti berbentuk batu kecil
ukuran 45 x 80cm. Ditulis dalam huruf Pallawa berbahasa melayu kuno. Isi:
1. Dapunta
Hyang naik perahu tanggal 11 waisaka 604 (23 April 682)
2.
Dapunta Hyang berangkat dari Minanga
tanggal 7 Jesta (19 Mei) dengan membawa lebih dari 20.000 bala tentara dan tiba
di Mulaupang
3.
Dapunta Hyang membuat “Wanua” tangga 5
Asuda (16 Juni)
2.
Talang
tuo (684M)
Ditemukan
oleh Louis Constant Westenenk tanggal 17 Okt 1920 di desa Gandus, kaki bukit
Segantung sebelah barat Palembang. Prasasti ini berbentuk bidang datar yang
ditulisi. Ukuran 50 x 80cm dan berangka tahun 606 saka (23 Maret 684M)
bertuliskan aksara Pallawa berbahsa melayu kuna. Terdiri dari 14 baris yang
mampu dialih aksarakan oleh van Ronkel
& Bosch yang dimuat dalam Acta Orientalia. Isi: Pembuatan
taman Srikesetra atas raja Dapunta Hyang.
3.
Kota
Kapur (686M)
Ditemuka
dipesisir barat pulau Bangka. Tulisan berhuruf Pallawa berbahasa Melayu Kuna.
Merupakan dokumen tertulis tertua yang berbahasa Melayu. Ditemukan oleh J.K
van Der Meulen Desember 1892. Prasasti ini dipahat di sebuah batu berbentuk
tugu bersegi-segi dengan ukuran tinggi 177cm, lebar 32cm pada dasar dan 19cm
baguan puncak. Isi: usaha penaklukan bumi Jawa.
4.
Telaga
Batu
Ditemukan
disekitar kolam telaga biru. Palembang. Prasasti ini dipahat disebuah batu
andesit yang sudah berbentuk dengan ukuran tinggi 118cm x 148cm. Diatas
terdapat hiasan 7 buah ekor kepala ular kobra. Dan dibawah tengah terdapat
semacam cerat pancuran tempat mengalirkan air pembasuh. Tulisan pada prasasti
berjumlah 28 baris. Berhuruf Pallawa berbahsa melayu kuna.
Isi
: kutukan raja terhadap siapa saja yang tidak taat pada raja dan melakukan
kejahatan
5.
Karang
Brahi
Ditemukan
tahun 1904 oleh kontrolir L.M. Berkhout
di tepian Batang Merangin. Terletak pada dusun Batu bersurat. Desa Karang Brahi
kecmatan Pamenang, Kabupaten Merangin Jambi. Prasasti ini tidak menunjukan
tahun pembuatan namun menggunakan aksara
Pallawa dan berbahsa Melayu kuna.
Isi:
kutukan bagi orang yang tidak tunduk pada raja
0 Comments:
Post a Comment