PERLAWANAN RAKYAT BALI

Perlawanan Rakyat Bali (1846–1905)
Perlawanan Rakyat Bali timbul setelah Belanda berulang kali memaksakan kehendaknya untuk menghapuskan hak tawan karang. Hak tawan karang yakni hak bagi kerajaan-kerajaan Bali untuk merampas perahu yang terdampar di pantai wilayah kekuasaan kerajaan yang bersangkutan. Telah berulang kali kapal Belanda hendak dirampas, namun Belanda memprotes dan mengadakan perjanjian sehingga terbebas. Raja-raja Bali yang pernah diajak berunding ialah Raja Klungklung dan Raja Badung (1841); Raja Buleleng dan  Raja Karangasem (1843). Akan tetapi, kesemuanya tidak diindahkan sehingga Belanda memutuskan untuk menggunakan kekerasan dalam usaha menundukkan Bali.
perlawanan rakyat bali masa perjuangan, Dalam menghadapi perlawanan rakyat Bali terhadap Belanda, pihak Belanda terpaksa mengerahkan ekspedisi militer
secara besar-besaran sebanyak tiga kali. Ekspedisi pertama (1846) dengan kekuatan 1.700 orang pasukan dan gagal dalam usaha menundukkan rakyat Bali. Ekspedisi kedua (1848) dengan kekuatan yang lebih besar dari yang pertama dan disambut dengan perlawanan oleh I Gusti Ktut Jelentik, yang telah mempersiapkan pasukannya di Benteng Jagaraga sehingga dikenal dengan  Perang Jagaraga I. Ekspedisi Belanda ini pun juga berhasil digagalkan.
Kekalahan ekspedisi Belanda baik yang pertama maupun yang kedua, menyebabkan pemerintah Hindia Belanda mengirimkan ekspedisi ketiga (1849) dengan kekuatan yang lebih besar lagi yakni 4.177 orang pasukan, kemudian menimbulkan Perang Jagaraga II. Perang berlangsung selama dua hari dua malam (tanggal 15 dan 16 April 1849) dan menunjukkan semangat perjuangan rakyat Bali yang heroik dalam mengusir penjajahan Belanda.
Dalam pertempuran ini, pihak Belanda mengerahkan pasukan darat dan laut yang terbagi dalam   tiga kolone. Kolone 1 di bawah pimpinan Van Swieten;  kolone 2 dipercayakan kepada La Bron de Vexela, dan kolone 3 dipimpin oleh Poland. Setelah terjadi pertempuran sengit, akhirnya Benteng Jagaraga jatuh ke tangan Belanda. Prajurit Bali dan para pemimpin mereka termasuk I Gusti Jelantik, berhasil meloloskan diri.
Perlawanan rakyat Bali tidaklah padam. Pada tahun 1858, I Nyoman Gempol mengangkat senjata melawan Belanda, namun berhasil dipukul mundur. Selanjutnya, tahun 1868 terjadi lagi perlawanan di bawah pimpinan Ida Made Rai, ini pun juga mengalami kegagalan.
Perlawanan masih terus berlanjut dan baru pada awal abad ke-20 (1905), seluruh Bali berada di bawah kekuasaan Belanda.


Mengenal Tata Upacara Pengantin Adat Jawa (SRAH-SRAHAN - PANGGIH)

Mengenal Tata Upacara Pengantin Adat Jawa
I.            Babak I (Tahap Pembicaraan)
Yaitu tahap pembicaraan antara pihak yang akan punya hajat mantu dengan pihak calon besan, mulai dari pembicaraan pertama sampai tingkat melamar dan menentukan hari penentuan (gethok dina).
II.            Babak II (Tahap Kesaksian)
Babak ini merupakan peneguhan pembicaaan yang disaksikan oleh pihak ketiga, yaitu warga kerabat dan atau para sesepuh di kanan-kiri tempat tinggalnya, melalui -acara sebagai berikut :
 
1.      Srah-srahan 
Yaitu menyerahkan seperangkat perlengkapan sarana untuk melancarkan pelaksanaan acara sampai hajat berakhir. Untuk itu diadakan simbol-simbol barang-barang yang mempunyai arti dan makna , berupa cincin, seperangkat busana putri, makanan tradisional, buah-buahan, daun sirih dan Adapun makna dan maksud benda-benda tersebut adalah :
 
a.       Cincin emas, yang dibuat bulat tidak ada putusnya, maknanya agar cinta mereka abadi tidak terputus sepanjang hidup.
b.      Seperangkat busana putri, bermakna masing-masing pihak harus pandai menyimpan rahasia terhadap orang lain.
c.       Perhiasan yang terbuat dari emas, intan dan berlian
mengandung makna agar calon pengantin putri selalu berusaha untuk tetap bersinar dan tidak membuat kecewa.
d.      Makanan tradisional, terdiri dari jadah, lapis, wajik, jenang; semuanya terbuat dari beras ketan. Beras ketan sebelum dimasak hambur, tetapi setelah dimasak, menjadi lengket. Begitu pula harapan yang tersirat, semoga cinta kedua calon pengantin selalu lengket selama-lamanya.
e.       Buah-buahan, bermakna penuh harap agar cinta mereka menghasilkan buah kasih yang bermanfaat bagi keluarga dan masyarakat.
f.       Daun sirih, Daun ini muka dan punggungnya berbeda rupa, tetapi kalau digigit sama rasanya. Hal ini bermakna satu hati, berbulat tekad tanpa harus mengorbankan perbedaan.
2.      Peningsetan
Lambang kuatnya ikatan pembicaraan untuk mewujudkan dua kesatuan yang ditandai dengan tukar cincin antara kedua calon pengantin.
3.      Asok tukon
Hakikatnya adalah penyerahan dana berupa sejumlah uang untuk membantu meringankan keuangan kepada keluarga pengantin putri.
4.      Gethok dina
Menetapkan kepastian hari untuk ijab qobul dan resepsi. Untuk mencari hari, tanggal, bulan, biasanya dimintakan saran kepada orang yang ahli dalam perhitungan Jawa.
 
III.   Babak III (Tahap Siaga)
    Pada tahap ini, yang akan punya hajat mengundang para sesepuh dan sanak saudara untuk membentuk panitia guna melaksanakan kegiatan acara-acara pada waktu sebelum, bertepatan, dan sesudah hajatan.
 
1.      Sedhahan Yaitu cara mulai merakit sampai membagi undangan.
2.      Kumbakarnan Pertemuan membentuk panitia hajatan mantu, dengan cara :
a.       Pemberitahuan dan permohonan bantuan kepada sanak saudara, keluarga, tetangga, handai taulan, dan kenalan.
b.       adanya rincian program kerja untuk panitia dan para pelaksana.
c.        mencukupi segala kerepotan dan keperluan selama hajatan.
d.       pemberitahuan tentang pelaksanaan hajatan serta telah selesainya pembuatan undangan.
3.      Jenggolan atau Jonggolan Saatnya calon pengantin sekalian melapor ke KUA (tempat domisili calon pengantin putri). Tata cara ini sering disebut tandhakan atau tandhan, artinya memberi tanda di Kantor Pencatatan Sipil akan ada hajatan mantu, dengan cara ijab.
 
IV.            Babak IV (Tahap Rangkaian Upacara)
Tahap ini bertujuan untuk menciptakan nuansa bahwa hajatan mantu sudah tiba. Ada beberapa acara dalam tahap ini, yaitu :
 
1.      Pasang tratag dan tarub,
Pemasangan tratag yang dilanjutnya dengan pasang tarub digunakan sebagai tanda resmi bahwa akan ada hajatan mantu dirumah yang bersangkutan. Tarub dibuat menjelang acara inti. Adapun ciri kahs tarub adalah dominasi hiasan daun kelapa muda (janur), hiasan warna-warni, dan kadang disertai dengan ubarampe berupa nasi uduk (nasi gurih), nasi asahan, nasi golong, kolak ketan dan apem.
 
2.      Kembar mayang
Berasal dari kembar artinya sama dan mayang artinya bunga pohon jambe atau sering disebut Sekar Kalpataru Dewandaru, lambang kebahagiaan dan keselamatan. Jika pawiwahan telah selesai, kembar mayang dilabuh atau dibuang di perempatan jalan, sungai atau laut dengan maksud agar pengantin selalu ingat asal muasal hidup ini yaitu dari bapak dan ibu sebagai perantara Tuhan Yang Maha Kuasa. Barang-barang untuk kembar mayang adalah :
a.       Batang pisang, 2-3 potong, untuk hiasan. Biasanya diberi alas dari tabung yang terbuat dari kuningan.
b.      Bambu aur untuk penusuk (sujen), secukupnya.
c.       Janur kuning, ± 4 pelepah.
d.      Daun-daunan: daun kemuning, beringin beserta ranting-rantingnya, daun apa-apa, daun girang dan daun andong.
e.       Nanas dua buah, pilih yang sudah masak dan sama besarnya.
f.       Bunga melati, kanthil dan mawar merah putih.
g.      Kelapa muda dua buah, dikupas kulitnya dan airnya jangan sampai tumpah. Bawahnya dibuat rata atau datar agar kalau diletakkan tidak terguling dan air tidak tumpah.
 
3.      Pasang tuwuhan (pasren)
Tuwuhan dipasang di pintu masuk menuju tempat duduk pengantin. Tuwuhan biasanya berupa tumbuh-tumbuhan yang masing-masing mempunyai makna :
 
a.       Janur Harapannya agar pengantin memperoleh nur atau cahaya terang dari Yang Maha Kuasa.
b.      Daun kluwih Semoga hajatan tidak kekurangan sesuatu, jika mungkin malah dapat lebih (luwih) dari yang diperhitungkan.
c.       Daun beringin dan ranting-rantingnya Diambil dari kata ”ingin” artinya harapan, cita-cita atau keinginan yang didambakan mudah-mudahan selalu terlaksana.
d.      Daun dadap serep Berasal dari suku kata rep artinya dingin, sejuk, teduh, damai, tenang tidak ada gangguan apa pun.
e.       Seuntai padi (pari sewuli) Melambangkan semakin berisi semakin merunduk. Diharapkan semakin berbobot dan berlebih hidupnya, semakin ringan kaki dan tangannya, dan selalu siap membantu sesama yang kekurangan.
f.       Cengkir gadhing Air kelapa muda (banyu degan), adalah air suci bersih, dengan lambang ini diharapkan cinta mereka tetap suci sampai akhir hayat.
g.      Setundhun gedang raja suluhan (setandan pisang raja) Semoga kelak mempunyai sifat seperti raja hambeg para marta, mengutamakan kepentingan umum daripada kepentingan pribadi.
h.      Tebu wulung watangan (batang tebu hitam) Kemantapan hati (anteping kalbu), jika sudah mantap menentukan pilihan sebagai suami atau istri, tidak tengok kanan-kiri lagi.
i.        Kembang lan woh kapas (bunga dan buah kapas) Harapannya agar kedua pengantin kelak tidak kekurangan sandang, pangan, dan papan. Selalu pas, tetapi tidak pas-pasan.
j.        Kembang setaman dibokor (bunga setaman yang ditanam di air dalam bokor) Harapannya agar kehidupan kedua pengantin selalu cerah ibarat bunga di taman.
 

SUSUNAN ACARA SIRAMAN

Berikut adalah acara Siraman secara lengkap menurut adat Jawa. Dalam prosesi pernikahan adat Jawa, biasanya sehari sebelum berlangsungnya akad nikah dan panggih, kedua calon mempelai mengadakan acara pengajian dan siraman di kediaman masing-masing mempelai. 

Acara pengajian tentunya bertujuan untuk memohon doa restu kepada Allah SWT agar semua rangkaian acara pernikahan dapat berlangsung dengan lancar. Setelah acara pengajian, serangkaian upacara adat Siraman dimulai. Sebelum upacara inti Siraman dimulai, biasanya didahului dengan upacara pemasangan Blakatepe dan Tuwuhan. Pada upacara pemasangan Blaketepe dan Tuwuhan ini perlengkapan utama yang harus disiapkan adalah tangga dan baki berisi padi: 

PASANG BLAKETEPE

Merupakan tradisi membuat ’blaketepe’ atau anyaman daun kelapa untuk dijadikan atap atau peneduh resepsi manton. Tatacara ini mengambil ’wewarah’ atau ajaran Ki Ageng Tarub, salah satu leluhur raja-raja Mataram. Saat mempunyai hajat menikahkan anaknya Dewi Nawangsih dengan Raden Bondan Kejawan, Ki Ageng membuat peneduh dari anyaman daun kelapa. Hal itu dilakukan karena rumah Ki Ageng yang kecil tidak dapat memuat semua tamu, sehingga tamu yang diluar rumah diteduhi dengan payon daun kelapa itu.
 
Dengan diberi ’payon’ itu ruang yang dipergunakan untuk para tamu Agung menjadi luas dan menampung seluruh tamu. Kemudian payon dari daun kelapa itu disebut ’tarub’, berasal dari nama orang yang pertama membuatnya. Tatacara memasang tarub adalah bapak naik tangga sedangkan ibu memgangi tangga sambil membantu memberikan ’blaketepe’ (anyaman daun kelapa).
Tatacara ini menjadi perlambang gotong royong kedua orang tua yang menjadi pengayom keluarga Pasang Padi (melengkapi tuwuhan)
 
PASANG PADI (melengkapi Tuwuhan)
 
Saudara kandung pengantin wanita membawa baki berisi padi. Padi ini akan dipasang oleh kedua orang tua Calon Pengantin Wanita pada tuwuhan yang sudah di pasang pada pintu gerbang rumah.
Tuwuhan mengandung arti suatu harapan kepada anak yang dijodohkan dapat memperoleh keturunan, untuk melangsungkan sejarah keluarga .
Tuwuhan terdiri dari :
 
·      Pohon pisang raja yang buahnya sudah masak
Maksud dipilih pisang yang sudah masak adalah diharapkan pasangan yang akan menikah telah memiliki pemikiran dewasa atau telah masak. Sedangkan pisang raja mempunyai makna pengharapan agar pasangan yang akan dinikahkan kelak mempunyai kemakmuran, kemuliaan dan kehormatan seperti raja.
 
·      Tebu wulung
Tebu wulung berwarna merah tua sebagai gambaran tuk-ing memanis atau sumber rasa manis. Hal ini melambangkan kehidupan yang serba enak. Sedangkan makna wulung bagi orang Jawa berarti sepuh atau tua. Setelah memasuki jenjang perkawinan, diharapkan kedua mempelai mempunyai jiwa sepuh yang selalu bertindak dengan ’kewicaksanaan’ atau kebijakan
 
·      Cengkir Gadhing
Merupakan simbol dari kandungan tempat jabang bayi atau lambang keturunan
 
·      Daun randu dan pari sewuli
Daun Randu melambangkan sandang, sedangkan pari melambangkan pangan. Sehingga hal itu bermakna agar kedua mempelai selalu tercukupi sandang dan pangannya.
 
·      Godhong apa-apa (bermacam-macam dedaunan)
Seperti daun beringin yang melambangkan pengayoman, rumput alang-alang dengan harapan terbebas dari segala halangan.
 
 
PROSESI SIRAMAN
Perlengkapan yang perlu disiapkan pada prosesi siraman ini antara lain adalah :
·      Pencampuran air siraman yang meliputi kembang setaman dan air untuk memandikan. Air siraman ini berasal dari 7 mata air yang berbeda. Dan untuk yang muslim biasanya memasukkan Air Zam-Zam sebagai salah satu dari 7 mata air tersebut.
·      Siapkan 2 meja pendek seperti yang ada pada ruang tamu di dekat pemandian. Meja tersebut untuk meletakkan : Kain, Handuk dan Kimono serta Ubo Rampe . Kain, Handuk dan Kimono sebaiknya mempunyai warna yang senada, katanya sih biar enak dilihat
·      Klenting tempat air kembang setaman
·      Kelapa yang dibelah untuk gayung mandi
·      Siapkan 2 meja katering dan sudah dihias. Meja tersebut untuk meletakkan
·      Tumpeng Robyong (tambahan perlengkapan dalam acara potong tumpeng : 1 baki yang diisi 1 piring, sepasang sendok garpu, centong dan pisau. Centong dan Pisau dihias oleh Pita). Hehe kenapa di Pita-in kalau kata bu Hesti sih, sebelum acara dimulai biasanya perlengkapan di shoot sama seksi liputan dan dokumentasi. Jadi biar kelihatan cantik.
·   Dodol Dawet.
Setelah perlengkapan siraman lengkap. Kemudian dimulailah rangkaian upacara Siraman seperti berikut :

Pengiriman Air Perwito Adi ke CPP(calon penganten pria)
Setelah air siraman dicampur di kediaman CPW. Dilakukan pengiriman air perwito adi ke kediaman CPP. Keluarga CPW mengirimkan 2 wakil (2 pasang suami istri) yang ditugaskan untuk menjadi wakil keluarga CPW dalam mengirimkan air perwito adi ke kediaman CPP.
Duta keluarga CPW ini akan menghadap orang tua CPP, dan menjadi saksi telah dilaksanakannya upacara siraman di kediaman CPP. Setelah CPP selesai melakukan siraman dan Potong Rikmo, potongan rambut CPP akan dibawah kembali ke kediaman CPW oleh Duta keluarga CPW.
 
Sungkeman / Pangabekten
Sebelum melakukan siraman calon pengantin harus melakukan sungkeman kepada Bapak dan Ibu pengantin. Pada acara sungkeman ini menunjukkan tanda bakti seorang anak kepada orang tua dan dan sekaligus menjadi ajang mencurahkan rasa terima kasih dan permohonan maaf dan doa restu seorang anak kepada orang tua nya.
 
Biasanya pada saat sungkeman ini suasana lumayan mengharu biru. Dan pasti calon pengantin dan orang tua akan banjir air mata. Huhuhuhu..


Siraman
Ubarampe yang harus disiapkan berupa air bunga setaman, yaitu air yang diambil dari tujuh sumber mata air yang ditaburi bunga setaman yang terdiri dari mawar, melati dan kenanga.
Siraman dilaksanakan untuk menyucikan diri dan juga membuang segala kejelekan Calon Pengantin yang ada, agar calon pengantin dapat memulai hidup baru dengan hati yang bersih dan suci. Siraman dilakukan oleh 9 orang sesepuh termasuk sang Ayah. Jumlah sembilan tersebut menurut budaya Keraton Surakarta untuk mengenang keluhuran Wali Sanga, yang bermakna manunggalnya Jawa dengan Islam. Selain itu angka sembilan juga bermakna ’babahan hawa sanga’ yang harus dikendalikan.
Siraman pertama kali dilakukan oleh Bapak calon pengantin dan diikuti oleh Ibu calon pengantin. Setelah Bapak Ibu selesai melakukan siraman baru ketujuh pini sepuh yang melakukan siraman. Untuk calon pengantin wanita, pini sepuh yang melakukan siraman haruslah berjenis kelamin wanita. Sedangkan untuk calon pengantin pria, pini sepuh yang melakukan siraman haruslah berjenis kelamin pria. Tahapan upacara siraman adalah sebagai berikut :
- calon pengantin mohon doa restu kepada kedua orangtuanya.
- calon mantu duduk di tikar pandan tempat siraman.
- calon pengatin disiram oleh pinisepuh, orangtuanya dan beberapa wakil yang ditunjuk.
- yang terakhir disiram dengan air kendi oleh bapak ibunya dengan mengucurkan ke muka, kepala, dan tubuh calon pengantin dan memandu calon pengantin untuk melakukan wudhu. Begitu air kendi habis kemudian kendil dijatuhkan sampai pecah sambil mengucap:
NIAT INGSUN ORA MECAH KENDI, NANGIN MECAH PAMORE ANAKKU
 
Potong Rikmo
Setelah selesai siraman, kemudian dilakukan prosesi potong rikmo / potong rambut. Potongan rambut kedua calon mempelai akan disatukan pada upacara Tanem Rikmo. Biasanya upacara Tanem Rikmo dilakukan setelah wakil keluarga CPW kembali dari kediaman CPP.
 
Dodol Dawet
Jual Dawet diambil makna dari cendol yang berbentuk bundar merupakan lambang kebulatan kehendak orang tua untuk menjodohkan anak. Bagi orang yang akan membeli dawet tersebut harus membayar dengan ’kreweng’ (pecahan genting) bukan dengan uang. Hal itu menunjukkan bahwa kehidupan manusia berasal dari bumi. Penjualnya adalah ibu calon pengantin putri yang dipayungi oleh bapak. Pembelinya adalah para tamu dengan uang pecahan genting (kreweng). Yang melayani pembeli adalh ibu sedangkan yang menerima pembayaran adalah bapak. Hal ini mengajarkan kepada anak mereka yang akan menikah tentang bagaimana mencari nafkah sebagai suami istri, harus saling membantu.
(Dawet)Upacara ini mengandung harapan agar nanti pada saat upacara panggih dan resepsi, banyak tamu dan rezeki yang datang. Hihi..
 
Potong Tumpeng Kamulyan
Bapak calon pengantinmemotong tumpeng Kamulyan dan diberikan ke Ibu calon pengantin. Potongan tumpeng tersebut yang akan disuapi kepada calon pengantin pada saat acara Dulangan Kapungkasan.
 
Dulangan Kapungkasan
Suapan terakhir calon pengantin dari orang tuanya. Calon pengantin duduk diapit orang tua. Sebelum upacara Dulang Kapungkasan, Bapak calon pengantin menyerahkan hasil penjualan dawet kepada calon pengantin.
 
Kembul Bujono Ondrowino
Santap siang/sore bersama dengan tamu yang hadir
 
Pelepasan Ayam
Orang tua sudah setulus-tulusnya dan se ikhlas-ikhlasnya melepas putrinya untuk hidup mandiri. Bagaikan anak Ayam yang begitu dilepas sudah dapat mencari/ mengais makanan sendiri. Diharapkan untuk ke depannya putrinya dapat hidup mandiri dan dapat memperoleh rejeki yang luas dan barokah.
Hehe.. begitulah kurang lebih susunan Acara Siraman adat Jawa. Selanjutnya akan aku ulas lengkap mengenai susunan acara Malam Midodareni, Akad Nikah, Panggih serta Resepsi.

6. Midodareni Midodareni adalah malam sebelum akad nikah, yaitu malam melepas masa lajang bagi kedua calon pengantin. Acara ini dilakukan di rumah calon pengantin perempuan. Dalam acara ini ada acara nyantrik untuk memastikan calon pengantin laki-laki akan hadir dalam akad nikah dan sebagai bukti bahwa keluarga calon pengantin perempuan benar-benar siap melakukan prosesi pernikahan di hari berikutnya. Midodareni berasal dari kata widodareni (bidadari), lalu menjadi midodareni yang berarti membuat keadaan calon pengantin seperti bidadari. Dalam dunia pewayangan, kecantikan dan ketampanan calon pengantin diibaratkan seperti Dewi Kumaratih dan Dewa Kumajaya.

1. Babak V (Tahap Puncak Acara)
1. Ijab qobul
Peristiwa penting dalam hajatan mantu adalah ijab qobul dimana sepasang calon pengantin bersumpah di hadapan naib yang disaksikan wali, pinisepuh dan orang tua kedua belah pihak serta beberapa tamu undangan. Saat akad nikah, ibu dari kedua pihak, tidak memakai subang atau giwang guna memperlihatkan keprihatinan mereka sehubungan dengan peristiwa menikahkan atau ngentasake anak.

Panggih = temu – adalah rangkaian upacara adat Jawa. Upacara ini seharusnya diadakan di rumah pengantin putri.
Uba rampe [= kelengkapan] yang dipakai dalam upacara ini antara lain:
- pisang sanggan – sebagai tanda penghargaan kepada keluarga pengantin wanita
- manuk-manukan [burung-burungan]                                   
- kembar mayang
Rombongan pengantin kakung maupun putri akan membawa manuk-manukan dan kembar mayang yang kemudian saling ditukarkan.
urutan prosesi panggih 
 
- paling depan adalah adik suamiku yang paling kecil dengan membawa pisang sanggan
- pembawa manuk-manukan
- pembawa kembar mayang
- pengantin kakung digandeng oleh Eyangnya dan seorang teman dekat kakak ipar
Prosesi berjalan pelan-pelan diiringi gending Jawa gendingnya ‘Kodok Ngorek’. Prosesi pengantin putri, urutannya sama, tapi tanpa pisang sanggan. Setelah rombongan prosesi saling mendekat dimulailah upacaranya:
- pisang sanggan diserahkan ke ibu penganten putri
- tukar menukar manuk-manukan dan kembar mayang
 
Balangan Suruh (melempar daun sirih)– kira-kira jarak 3 meteran, pengantin saling melempar daun sirih yang diikat benang putih – konon, kalau yang dilempar menghilang, berarti bukan manusia

Midak Tigan (menginjak telur) – pengantin kakung menginjak telor dengan kaki kanan dan pengantin putri mencuci kaki tersebut dengan air bunga – yang artinya tanda bakti seorang isteri kepada suami, serta kesiapan seorang suami untuk menjadi kepala keluarga yang bertanggung-jawab
 
Mijiki Samparan (membasuh Kaki) - pengantin perempuan membasuh dan membersihkan kaki kanan pengantin laki-laki yang sebelumnya menginjak telur. artinya kesetiaan istri terhadap suami dikala susah maupun senang.

Upacara ‘sinduran’ [sindur adalah semacam selendang berwarna merah, berpinggir putih berliku-liku]. kain Sindur ini dibentangkan di pundak penganten laki-laki dan perempuan oleh ibu pengantin putri, kemudian bapak ‘menyeret’ pengantin pelan-pelan menuju pelaminan, ibu pengantin putri ikut ‘mendorong’ dari belakang. artinya: bapak-ibu menunjukkan jalan menuju kebahagiaan dan dorongan dalam membina rumah tangga. Sindur yang berpinggir lekuk-lekuk putih berarti: jalan hidup itu tidak lurus tapi berliku-liku, kadang diatas kadang dibawah. 
 
Bobot Timbang - bapak pengantin putri duduk dan memangku kedua pengantin – namanya upacara timbangan  disertai ibu  PP bertanya pada bapak: ‘abot endi pak?– bapak menjawab: ‘pada abote bu’ yang artinya: kasih sayang terhadap anak dan anak mantu sama besarnya, tidak membeda-bedakan.
 
 Tanem Jero’ [menanam] – bapak pengantin putri mendudukkan pengantin ke pelaminan, menandakan bahwa, pernikahan mereka mendapat restu.

Upacara kacar-kucur – pengantin kakung mengucurkan dari sebuah kantong yang berisi: kedelai, kacang, padi, jagung, beras kuning, bunga dan uang receh, ke sehelai kain di pangkuan pengantin. Yang artinya: suami memberi semua penghasilannya pada isteri, dan isteri menerima dengan sepenuh hati dan akan mengelolanya dengan sebaik-baiknya secara bertanggung jawab.
 
Dhahar Walimah atawa makan bersama. Pengantin makan sepiring berdua, dan saling menyuapi. Maknanya: akan selalu bersama dalam susah maupun senang.
 
Dalam upacara dulangan ada makna tutur adilinuwih (seribu nasihat yang adiluhung) dilambangkan dengan sembilan tumpeng yang bermakna :
- tumpeng tunggarana : agar selalu ingat kepada yang memberi hidup.
- tumpeng puput : berani mandiri.
- tumpeng bedhah negara : bersatunya pria dan wanita.
- tumpeng sangga langit : berbakti kepada orang tua.
- tumpeng kidang soka : menjadi besar dari kecil.
- tumpeng pangapit : suka duka adalah wewenang Tuhan Yang Maha Esa.
- tumpeng manggada : segala yang ada di dunia ini tidak ada yang abadi.
- tumpeng pangruwat : berbaktilah kepada mertua.
- tumpeng kesawa : nasihat agar rajin bekerja.

Ngunjuk Toya Wening - minum bersama
Pengantin minum dalam gelas berbeda tetapi saling menyuapi/ saling menyilangkan tangan berdua, dan saling menyuapi. Maknanya: akan selalu bersama dalam susah maupun senang
 
Perlu diketahui bahwa, selama upacara panggih ini, orang tua pengantin kakung sama sekali tidak boleh menyaksikan. Nah, setelah semua rangkaian acara di atas selesai, barulah bapak-ibu pengantin putri menjemput besannya.
 
Upacara ini namanya mapak besan/menjemput orang tua mempelai laki-laki. Mereka kemudian bersama-sama berjalan menuju tempat yang telah disediakan untuk menerima sungkem dari anak-anaknya.

8. Sungkeman pun ada caranya.
Caranya, berjongkok dengan sikap seperti orang menyembah, menyentuh lutut orang tua pengantin perempuan, mulai dari pengantin putri diikuti pengantin putra, baru kemudian kepada bapak dan ibu pengantin putra.