Showing posts with label AKSARA JAWA. Show all posts
Showing posts with label AKSARA JAWA. Show all posts

Aksara Murda: Pengertian, Fungsi, Aturan Penggunaan dan Contoh


Aksara Jawa atau huruf jawa digunakan oleh masyarakat Jawa sejak abad ke-15, yang dahulu penggunaanya masih dalam wujud sastra, prosa maupun tulisan. Huruf Jawa terdiri dari 20 huruf, mulai dari huruf pertama 'ha' dan huruf terakhir ke duapuluh 'nga'. Penulisan huruf Jawa ditulis mulai dari kiri ke kanan sama seperti huruf latin tetapi ada sedikit perbedaan yaitu dengan system “ngandul” atau dibawah garis buku dalam satu barisnya dan tanpa spasi.

 

 

 Aksara Jawa jumlahnya ada 20. Setiap satu huruf dasar (Legena) memiliki pasangan yang penulisannya bisa disamping dan bisa dibawah huruf tersebut. Fungsi dari Pasangan adalah untuk membentuk huruf mati/konsonan ditengah kata atau kalimat.

 

 

 

Selain aksara carakan atau legena, aksara jawa juga ada macam lainnya, yakni yang sering disebut dengan Aksara Murda, Aksara Swara, dan Aksara rekan. Aksara ini biasanya digunakan dalam penulisan aksara Jawa yang memiliki nilai penting atau besar agar penulisan aksara Jawa lebih mudah dibaca dan dipahami.

 

 

Lebih jelas dan lengkapnya kita simak ulasan dibawah ini sampai selesai. Mulai dari pengertian penulisan dan contohnya.

 

 

Aksara Murda 

 

Aksara Murda adalah huruf khusus yang digunakan untuk melengkapi huruf kapital dalam penulisan aksara Jawa. Huruf ini hanya dipakai saat menuliskan kalimat yang memiliki nilai penting atau besar.

 

 

Penulisan aksara murda ini tidak boleh sembarangan, karena masing-masing telah memiliki fungsi sebagai petanda huruf kapital. Bila diterapkan pada kata-kata yang tidak memerlukan huruf kapital di dalamnya, tentu saja ini akan menjadi frasa atau kalimat kurang tepat, sebab hal tersebut sudah keluar dari kaidah penulisan.

 

 

Fungsi Aksara Murda

Aksara murda digunakan untuk tujuan berikut:

 

1.         Untuk menuliskan nama seseorang.

 

2.        Untuk menuliskan gelar kehormatan. seperti gelar kedudukan, pangkat maupun gelar akademis. Contohnya Prabu, Senopati, Gubernur, Bupati, Kyai, dan yang lainnya

 

3.        Untuk menuliskan nama instansi atau lembaga pemerintahan, sekolah, perusahaan, organisasi maupun komunitas.

 

4.        Untuk menulis nama tempat. Contohnya Jakarta, Surabaya, Malang.

 

 

Aksara Murda jumlahnya hanya 8 huruf. Aksara murda cacahe mung 8. yaitu: Na, Ka, Ta, Sa, Pa, Ga, Ba, Nya. Dan memiliki pasangannya masing masing.        


Pasangan Aksara murda
 

Aturan Penulisan Aksara Murda

 

Penulisan aksara murda terdapat beberapa aturan yang wajib digunakan. Karena itu, penting untuk memahami agar tidak salah kaprah dalam penggunaannya. Berikut beberapa aturan yang bisa digunakan:

 

1.           Aksara murda tidak bisa dijadikan huruf mati. Tidak bisa digunakan sebagai akhiran suku kata.

 

2.          Aksara murda memiliki pasangan agar mudah dibaca.

 

3.          Aksara murda hanya digunakan jika di dalam kalimat, terdapat nama orang, lembaga, gelar, dan lokasi geografis wilayah.

 

4.          Seperti yang diketahui, aksara murda hanya memiliki 8 huruf saja. Misalnya ditemukan gelar/nama yang huruf depannya tidak ada di daftar aksara murda maka bisa disisipkan aksara tersebut di tengah maupun akhir dalam kata tersebut. Dan jika masih belum adan baru memakai huruf aksara Jawa lainnya.

 

5.          Dalam satu kata, hanya memerlukan 1 aksara murda. Tidak harus semuanya.

 

6.          Aksara murda tidak bisa untuk huruf mati (sigeg) untuk penutup kata. Jika memakai huruf mati maka memakai aksara Jawa biasa.

 

 

Contoh penulisan Aksara Murda

Text Box: Penulisan Salah  a. Ratu Kalinyamat

 

 

 

  b. Bupati Jepara

 

 

 

1. Indonesia =  I[nFo!esiyh

2. Walikota Surakarta = wli[kot$urk/t

     3. Gubernur Jawa Tengah asmane Ganjar = &ube/nu/jwtezhasMne&nJ/

 


 

 Contoh Penulisan Aksara Murda Yang Benar

 



Penulisan menggunakan aksara Jawa dalam kalimat “a” salah, karena kalimat tersebut menunjukan nama yang memiliki jabatan di pemerintahan sehingga seharusnya penulisannya seperti point “b” menggunakan aksara murda.

 

 

 

Gimana? Sudah mulai paham kan aturan penulisan aksara murda dalam bahasa Jawa. Semoga pelajaran Aksara murda ini bisa jadi pelajaran buat Kita yang ingin mendalami tentang aksara Jawa ya!

 

semoga bermanfaat! tetap Semangat!

 

 

 

 

Asal Usul Aksara Jawa dan Legenda Aji Saka

Konon nenek moyang masyarakat Jawa sejak jaman dahulu sudah banyak meninggalkan ajaran kebajikan yang tercermin dalam lagu, syair dan bentuk tulisan. peninggalan para leluhur Jawa modern banyak ditulis dalam bentuk bahasa Sansekerta dan berhurufkan huruf Jawa (Aksara Jawa).

 

 

Aji Saka dan Prabu Dewata Cengkar

kita sebagai generasi muda harus bisa melestarikan peninggalan nenek moyang, melestarikan budaya tidak hanya sebatas mengetahui atau membaca naskah kuno saja tapi juga harus bisa memahami isinya.

 

 

Sebelum kita mengenal lebih jauh hasil karya yang bertuliskan Aksara Jawa, kita harus mengetahui dahulu bagaimana terbentuknya Aksara Jawa, asal usul Aksara Jawa.

 

 

Ada beberapa kisah legenda mengenai adanya Aksara Jawa atau asal usul Aksara Jawa yang kita kenal sampai sekarang ini. Berikut beberapa referensi paling kuat dan sering dikisahkan dalam pembelajaran di sekolah. kisah legenda munculnya Aksara Jawa.

 

 

Ada seorang ksatria hebat gagah perkasa yang berasal dari tanah Jawa yang bernama Aji Saka. Aji Saka ini memiliki dua orang abdi yang sangat setia kepadanya, abdi tersebut bernama Dora dan Sembada.

 

 

Suatu ketika Aji saka melakukan perjalanan ke kerajaan Medang Kamulan yang pada saat itu diperintah oleh raja Prabu Dewata Cengkar. Prabu Dewata Cengkar suka makan daging manusia. Setiap hari Prabu Dewata Cengkar selalu meminta para pelayan dan prajuritnya untuk menghidangkan daging manusia sebagai makanan sehari-harinya. Hal tersebut pastinya meresahkan masyarakat daerah Medang Kamulan. Mendengar hal itu dari para masyarakat, meningkatkan Keinginan Aji Saka untuk melawan raja prabu Dewata Cengkar dengan ditemani oleh kedua abdinya, Dora dan Sembada.

 

 

Singkat cerita, Sampailah Aji Saka dan abdinya di sebuah perbatasan pinggir hutan yang sudah masuk daerah kekuasaan dari kerajaan Medang Kamulan . Sebelum memasuki wilayah kerajaan tersebut, Abdi yang bernama Sembada diperintahkan oleh Aji Saka supaya tetap tinggal dan menjaga keris pusaka miliknya. Aji Saka berpesan, supaya keris tersebut benar - benar dijaga dan tidak boleh diserahkan kesiapapun kecuali ke Aji Saka saja. Perjalanan berlanjut tanpa Sembada dan hanya dengan abdinya Dora. sebelum sampai ditempat Medang Kamulan Aji Saka meminta Dora abdinya untuk tinggal ditempat dan ingin melanjutkan perjalanan seorang diri.

 

 

Setelah bertemu dan berhadapan langsung dengan Prabu Dewata Cengkar, kemudian Aji Saka membuat kesepakatan. Aji Saka menerima dirinya dimakan oleh sang Prabu Dewata Cengkar tetapi dengan satu syarat, yaitu Prabu Dewata Cengkar berkenan memberikan tanah kekuasaannnya seluas sorban atau ikat kepala yang dikenakannya.

 

 

Akhirnya Sang Prabu Dewata Cengkar menerima permintaan tersebut. Kemudian Aji Saka meminta kepada Prabu Dewata Cengkar untuk mengukur tanah permintaannya dengan cara memegang salah satu ujung surban dan ujung surban yang arah lainnya dipegang oleh Aji Saka sendiri.

 

 

Mulailah Prabu Dewata Cengkar menarik surban tersebut dan terbentang. Dewata Cengkar terus bergerak mundur membentangkannya. mulai membuka sorban, menariknya agar terbentang. Dengan kesaktian yang dimiliki Aji Saka, sorban tersebut tak habis-habisnya terbentang, terus terbentang, Prabu Dewata Cengkar pun terus berjalan untuk membentangkannya. Sampailah sang Prabu Dewata Cengkar berada di tepi jurang batu karang, tepi laut yang sangat dalam dan terjal.

 

 

Dengan cekatan Aji Saka menggoyangkan sorbannya tersebut dan akhirnya Prabu Dewata terhempas dan terlempar ke tengah lautan yang dalam dan tejal tersebut. Akhirnya matilah sang prabu Dewata Cengkar, rakyat pun bersuka cita serta menjadikan Aji Saka seorang raja di Medang Kamulan.

 

 

Setelah lama menjadi raja, Aji SAka baru ingat akan kerisnya yang tertinggal yang dititipkan ke abdinya, Sembada. Aji Saka pun menyuruh abdinya yang bernama Dora Agar mengambil kembali keris pusakanya tersebut. Berangkatlah Dora untuk mengambil keris dari tangan rekannya Sembada. Sampailah Dora di tempat Sembada. Untuk awalnya mereka saling berbincang satu sama lain menanyakan kondisi masing-masing.

 

 

Barulah kemudian perbincangan mengarah ke hal utama yakni permintaan Dora untuk mengambil keris pusaka milik Aji Saka untuk diberikan kepada Aji Saka di Medang Kamulan. Sembada jadi ingat akan pesan yang diberikan oleh Aji Saka dulu, bahwasanya hanya Aji Saka sajalah yang boleh mengambilnya dan langsung menolak permintaan Dora. Sedangkan Dora juga harus mematuhi perintah tuannya agar mengambil keris tersebut. Keduanya tidak mau mengalah satu sama lain dan menjaga amanahnya.

 

 

Akhirnya mereka berdua bertengkar dan bertempur sampai mati. Kekuatan dan kesaktian mereka berdua sama sama imbang, akhirnya mereka berdua tewas bersama-bersama. Kabar kematian kedua abdinya santer terdengar sampai ke telinga Aji Saka. Aji Saka benar-benar menyesal akan kecerobohannya tersebut. 

 

 

Untuk menghormati kesetiaan kedua abdinya tersebut, Aji Saka membuat barisan huruf atau aksara seperti yang kita kenal sampai sekarang dengan sebutan Aksara Jawa.

 

 

Barisan kasara tersebut yaitu:

Ha Na Ca Ra Ka = ada dua orang utusan

 

Da Ta Sa Wa La = saling bertempur mempertahankan amanah

 

Pa Dha Ja Ya Nya = karena sama tingkat kesaktiannya/ilmunya

 

Ma Ga Ba Tha Nga = maka keduanya mati, menjadi bathang (bangkai)

 

 

Deret aksara untuk mengenang pengabdian kedua abdinya Dora dan Sembada inilah yang kemudian dikenal sebagai aksara Jawa.



 

 

 

 

Mengenal Aksara Jawa, Pasangan, Sandhangan dan Contohnya

       Aksara Jawa merupakan salah satu bentuk peninggalan budaya tulis masyarakat Jawa yang masih digunakan sampai saat ini. Aksara Jawa tidak muncul begitu saja melainkan berawal dari aksara –aksara jawa kuno yang dikembangkan. Yakni Mulai dari aksara Pallawa sampai hingga aksara Jawa modern yang kita kenal saat ini.

 

 

Aksara Legena / Carakan

 

        Aksara Jawa digunakan masyarakat Jawa sejak abad ke-15 dalam wujud sastra maupun tulisan sehari-hari. Aksara Jawa terdiri dari 20 huruf, mulai dari huruf 'ha' dan berakhir dengan huruf 'nga'. Aksara Jawa ditulis dari kiri ke kanan dengan system “ngandul” dalam baris dan tanpa spasi.

 

 

 

        Para leluhur masyarakat Jawa ninggalake piwulang kautaman kang sinamun ing tembang lan wujud tulisan jenis liyane. Tinggalane para leluhur iku katulis ing aksara Jawa. Kita minangka generasi mudha kudu bisa nguri-uri tinggalane para leluhhur iku, kang kasebut nguri-uri iku ura mung nyimpen naskah-naskah kuna iku nanging uga kudu bisa mangerteni isine. Mula iku katrampilan baca maca lan nulis aksara Jawa sabisa-bisa kudu dikuwasai dening para generasi mudha.

 

 

 

A.  Aksara Jawa Legena / Aksara Carakan

 

        Aksara Jawa jumlahnya ada 20. Setiap satu huruf Legena memiliki pasangan yang penulisannya bisa disamping bisa dibawah huruf tersebut. Pasangan gunanya untuk huruf mati/konsonan ditengah kata atau kalimat.

 

 

”Aksara Legena/Carakan cacahe ana 20. Saben sijine duwe pasangan kang panulisane bisa ana ing jejere uga bisa ana ing ngisore. Pasangan kagunane menawa ana aksara mati ing satengahing tembung/ukara.”

 

 

 

ketentuan dalam meletakkan pasangan aksara Jawa 

 

a.    Untuk pasangan “ca, ra, ka, da, ta, la, dha, ja, ya, ma, ga, ba, tha, nga” diletakkan di bawah aksara yang dipasanginya.

 

b.   pasangan “ha, sa, pa, nya” diletakkan sejajar di sebelah kanan aksara yang dipasanginya

 

c.    pasangan “na dan wa” diletakkan menggantung pada aksara yang dipasanginya

 

 

 

        Bentuk huruf dan pasangannya seperti di bawah ini:

 

 

Aksara jawa Legena dan Pasangannya

 

 

B.   Sandhangan Aksara Jawa

 

        Sandangan atau sandhangan adalah tanda yang berfungsi untuk mengubah bunyi pada huruf Jawa. Ada empat macam sandangan, yaitu sandangan swara, sandangan sigeg, sandangan anuswara, dan pangkon.

 

 

 

a.    Sandhangan swara

 

Sandangan swara digunakann untuk mengubah bunyi swara “a” menjadi vocal “i, u, o, é, e/ê”

 

Berikut nama sandangan dan bunyinya:

 

1.  Wulu, sandangan untuk mengubah bunyi aksara menjadi “i”. Contoh: Siti.

 

2. Taling, sandangan untuk mengubah bunyi aksara menjadi “é”. Contoh: lélé.

 

3. Pepet, sandangan untuk mengubah bunyi aksara menjadi “e/ê”. Contoh: Sega.

 

4. Suku, sandangan untuk mengubah bunyi aksara menjadi “u”. Contoh: Wulu.

 

5. Taling tarung, sandangan untuk mengubah bunyi aksara menjadi “o”. Contoh: Soto.

 

 

    Bentuk huruf sandangan Swara seperti di bawah ini:

 

 

Bentuk Sandangan Swara


 

b.   Sandhangan Wiyanjana

 

 

Sandangan wiyanjana digunakan untuk menambah bunyi huruf konsonan diantara huruf Jawa Legena.

 

 

Berikut nama sandangan dan bunyinya:

 

1.    Péngkal, sandangan untuk menambah konsosnan aksara “y” contoh: Kyai.

 

2.   Cakra, sandangan untuk menambah konsosnan aksara “r” contoh: kramas.

 

3.   Keret, sandangan untuk menambah konsonan “re” contoh: kreta.

 

 

Bentuk huruf sandangan Wiyanjana seperti di bawah ini:

 



Bentuk Sandangan Wiyanjana

 

 

c.    Sandhangan panyigeg wanda

 

Sandangan ini berfungsi untuk menambah bunyi huruf agar mendapat tambahan bunyi konsonan.

 

Berikut nama sandangan dan bunyinya:

 

1.    Wignyan, sandangan untuk menambah bunyi aksara konsonan “h”. Contoh: gajah.

 

2.   Layar, sandangan untuk menambah bunyi aksara konsonan “r”. Contoh: layar.

 

3.   Cecak, sandangan untuk menambah bunyi aksara konsonan “ng”. Contoh: Kacang.

 

 

Bentuk huruf sandangan Panyigeg wanda seperti di bawah ini:

 



Bentuk Sandangan Panyigeg Wanda

 

 

d.    sandangan pangku atau pangkon 

 

 

sandangan ini digunakan khusus untuk mematikan kata atau mengakhiri kalimat.  sandangan pangkon ini hanya digunakan di akhir kalimat.


dalam hal khusus sandangan ini digunakan untuk menghindari penulisan bertumpuk konsonan dua/tiga tingkat di tengah maupun di akhir kalimat. Contoh: Mas.

 

 

Bentuk huruf Pangkon / Pangku seperti di bawah ini:

 


Bentuk Pangkon/pangku


 

 

        Contoh penulisan Aksara jawa