2.
Prasasti Tugu, ditemukan
di Kampung Batutumbu, Desa Tugu, Kecamatan Tarumajaya, Kabupaten Bekasi,
sekarang disimpan di museum di Jakarta. Prasasti tersebut isinya menerangkan
penggalian Sungai Candrabaga oleh Rajadirajaguru dan penggalian Sungai Gomati
sepanjang 6112 tombak atau 12km oleh Purnawarman pada tahun ke-22 masa
pemerintahannya.Penggalian sungai tersebut merupakan gagasan untuk menghindari
bencana alam berupa banjir yang sering terjadi pada masa pemerintahan
Purnawarman, dan kekeringan yang terjadi pada musim kemarau.
3.
Prasasti Cidanghiyang atau Prasasti Munjul, ditemukan
di aliran Sungai Cidanghiang yang mengalir di Desa Lebak, Kecamatan
Munjul, KabupatenPandeglang, Banten, berisi
pujian kepada Raja Purnawarman.
Lahan tempat prasasti itu ditemukan
berbentuk bukit rendah berpermukaan datar dan diapit tiga batang sungai:
Cisadane, Cianten dan Ciaruteun. Sampai abad ke-19, tempat itu masih dilaporkan
dengan nama Pasir Muara. Dahulu termasuk bagian tanah swasta Ciampea. Sekarang
termasuk wilayah Kecamatan Cibungbulang.
Kampung Muara tempat prasasti Ciaruteun
dan Telapak Gajah ditemukan, dahulu merupakan sebuah "kota pelabuhan
sungai" yang bandarnya terletak di tepi pertemuan Cisadane dengan Cianten.
Sampai abad ke-19 jalur sungai itu masih digunakan untuk angkutan hasil
perkebunan kopi. Sekarang masih digunakan oleh pedagang bambu untuk mengangkut
barang dagangannya ke daerah hilir.
Prasasti pada zaman ini menggunakan
aksara Sunda kuno, yang pada awalnya merupakan perkembangan dari aksara tipe
Pallawa Lanjut, yang mengacu pada model aksara Kamboja dengan beberapa cirinya
yang masih melekat. Pada zaman ini, aksara tersebut belum mencapai taraf
modifikasi bentuk khasnya sebagaimana yang digunakan naskah-naskah
(lontar) abad ke-16.
1. Prasasti Pasir Muara/muara Cianten
Prasasti Muara Cianten,
ditemukan di Bogor, tertulis dalam aksara ikal yang belum dapat dibaca. Di
samping tulisan terdapat lukisan telapak kaki.
Di Bogor, prasasti ditemukan di Pasir Muara, di tepi
sawah, tidak jauh dari prasasti Telapak Gajah peninggalan Purnawarman. Prasasti
itu kini tak berada ditempat asalnya. Dalam prasasti itu dituliskan :
ini sabdakalanda rakryan juru
panga-mbat i kawihaji panyca pasagi marsa-n desa barpulihkan haji su-nda
Terjemahannya menurut Bosch:
Ini tanda ucapan Rakryan Juru Pengambat
dalam tahun (Saka) kawihaji (8) panca (5) pasagi (4), pemerintahan begara dikembalikan
kepada raja Sunda.
Karena angka tahunnya bercorak "sangkala" yang
mengikuti ketentuan "angkanam vamato gatih" (angka dibaca dari
kanan), maka prasasti tersebut dibuat dalam tahun 458 Saka atau 536 Masehi.
2. Prasasti Ciaruteun
ditemukan pada aliran Ci Aruteun, seratus
meter dari pertemuan sungai tersebut dengan Ci Sadane; namun pada tahun 1981 diangkat
dan diletakkan di dalam cungkup. Prasasti ini peninggalan Purnawarman,
beraksara Palawa, berbahasa Sanskerta. Isinya
adalah puisi empat baris, yang berbunyi:
vikkrantasyavanipateh shrimatah purnavarmmanah tarumanagararendrasya
vishnoriva padadvayam
Terjemahannya menurut Vogel:
Kedua (jejak) telapak kaki yang seperti
(telapak kaki) Wisnu ini kepunyaan raja dunia yang gagah berani yang termashur
Purnawarman penguasa Tarumanagara.
Selain itu, ada pula gambar sepasang "padatala"
(telapak kaki), yang menunjukkan tanda kekuasaan &mdash& fungsinya
seperti "tanda tangan" pada zaman sekarang. Kehadiran prasasti
Purnawarman di kampung itu menunjukkan bahwa daerah itu termasuk kawasan
kekuasaannya. Menurut Pustaka
Rajyarajya i Bhumi Nusantara parwa II, sarga 3, halaman 161, di antara
bawahan Tarumanagara pada masa pemerintahan Purnawarman terdapat nama
"Rajamandala" (raja daerah) Pasir Muhara.
3. Prasasti Kebon Kopi/Telapak Gajah
Prasasti Kebonkopi ditemukan
di kampung Muara Hilir kecamatan Cibungbulang Bogor . Yang menarik dari
prasasti ini adalah adanya lukisan tapak kaki gajah, yang disamakan dengan
tapak kaki gajah Airawata, yaitu gajah tunggangan dewa Wisnu.
Prasasti Telapak Gajah bergambar sepasang telapak kaki
gajah yang diberi keterangan satu baris berbentuk puisi berbunyi:
jayavi s halasya tarumendrsaya hastinah airavatabhasya vibhatidam
padadavayam
Terjemahannya:
Kedua jejak telapak kaki adalah jejak
kaki gajah yang cemerlang seperti Airawata kepunyaan penguasa Tarumanagara yang
jaya dan berkuasa.
Menurut mitologi Hindu, Airawata adalah nama gajah tunggangan Batara Indra dewa perang dan
penguawa Guntur. Menurut Pustaka Parawatwan i Bhumi Jawadwipa parwa I, sarga 1,
gajah perang Purnawarman diberi nama Airawata seperti nama gajah tunggangan
Indra. Bahkan diberitakan juga, bendera Kerajaan Tarumanagara berlukiskan
rangkaian bunga teratai di atas kepala gajah. Demikian pula mahkota yang
dikenakan Purnawarman berukiran sepasang lebah.
Ukiran bendera dan sepasang lebah itu dengan jelas
ditatahkan pada prasasti Ciaruteun yang telah memancing perdebatan mengasyikkan
di antara para ahli sejarah mengenai makna dan nilai perlambangannya. Ukiran
kepala gajah bermahkota teratai ini oleh para ahli diduga sebagai "huruf
ikal" yang masih belum terpecahkan bacaaanya sampai sekarang. Demikian
pula tentang ukiran sepasang tanda di depan telapak kaki ada yang menduganya
sebagai lambang labah-labah, matahari kembar atau kombinasi surya-candra
(matahari dan bulan). Keterangan pustaka dari Cirebon tentang bendera Taruma
dan ukiran sepasang "bhramara" (lebah) sebagai cap pada mahkota Purnawarman
dalam segala "kemudaan" nilainya sebagai sumber sejarah harus diakui
kecocokannya dengan lukisan yang terdapat pada prasasti Ciaruteun.
4. Prasasti Jambu
Di daerah Bogor, masih ada satu lagi
prasasti lainnya yaitu prasasti batu peninggalan Tarumanagara yang terletak di
puncak Bukit Koleangkak di perkebunan Jambu, Desa Pasir Gintung, Kecamatan
Leuwiliang 30 Km dari Bogor. Pada bukit ini mengalir (sungai) Cikasungka. prasasti
ini juga menggunakan bahasa Sanskerta dan huruf Pallawa serta terdapat gambar
telapak kaki yang isinya memuji pemerintahan raja Mulawarman. Prasasti
inipun berukiran sepasang telapak kaki dan diberi keterangan berbentuk puisi
dua baris:
shriman data kertajnyo narapatir - asamo yah pura tarumayam nama shri
purnnavarmma pracurarupucara fedyavikyatavammo tasyedam - padavimbadavyam
arnagarotsadane nitya-dksham bhaktanam yangdripanam - bhavati sukhahakaram
shalyabhutam ripunam.
Terjemahannya menurut Vogel:
Yang termashur serta setia kepada
tugasnya ialah raja yang tiada taranya bernama Sri Purnawarman yang memerintah
Taruma serta baju perisainya tidak dapat ditembus oleh panah musuh-musuhnya;
kepunyaannyalah kedua jejak telapak kaki ini, yang selalu berhasil
menghancurkan benteng musuh, yang selalu menghadiahkan jamuan kehormatan
(kepada mereka yang setia kepadanya), tetapi merupakan duri bagi
musuh-musuhnya.
5. Prasasti Munjul
Prasasti Cidanghiyang atau
prasasti Lebak, ditemukan di kampung lebak di tepi sungai Cidanghiang,
kecamatan Munjul kabupaten Pandeglang Banten. Prasasti ini baru ditemukan tahun
1947 dan berisi 2 baris kalimat berbentuk puisi dengan huruf Pallawa dan bahasa
Sanskerta. Isi prasasti tersebut mengagungkan keberanian raja Purnawarman.
di Pandeglang menunjukkan bahwa wilayah kekuasaannya mencakup pula pantai Selat Sunda. Pustaka Nusantara, parwa II sarga 3 (halaman 159 - 162) menyebutkan bahwa di bawah kekuasaan Purnawarman terdapat 48 raja daerah yang membentang dari Salakanagara atau Rajatapura (di daerah Teluk Lada Pandeglang) sampai ke Purwalingga (sekarang Purbolinggo) di Jawa Tengah. Secara tradisional Cipamali (Kali Brebes) memang dianggap batas kekuasaan raja-raja penguasa Jawa Barat pada masa silam.
6. Prasasti Pasir awi
Prasasti Pasir Awi ditemukan
di daerah Leuwiliang, juga tertulis dalam aksara ikal yang belum dapat dibaca.
7. Prasasti Tugu
Prasasti Tugu ditemukan
di daerah Tugu, kecamatan Cilincing Jakarta Utara. Prasasti ini dipahatkan pada
sebuah batu bulat panjang melingkar dan isinya paling panjang dibanding dengan
prasasti Tarumanegara yang lain, sehingga ada beberapa hal yang dapat diketahui
dari prasasti tersebut
Hal-hal yang dapat diketahui dari prasasti Tugu adalah:
1. Prasasti
Tugu menyebutkan nama dua buah sungai yang terkenal di Punjab yaitu sungai
Chandrabaga dan Gomati. Dengan adanya keterangan dua buah sungai tersebut
menimbulkan tafsiran dari para sarjana salah satunya menurut Poerbatjaraka.
Sehingga secara Etimologi (ilmu yang mempelajari tentang istilah) sungai
Chandrabaga diartikan sebagai kali Bekasi.
2. Prasasti
Tugu juga menyebutkan anasir penanggalan walaupun tidak lengkap dengan angka
tahunnya yang disebutkan adalah bulan phalguna dan caitra yang diduga sama
dengan bulan Februari dan April.
3. Prasasti
Tugu yang menyebutkan dilaksanakannya upacara selamatan oleh Brahmana disertai
dengan seribu ekor sapi yang dihadiahkan raja.
8. Prasasti Ciaruteun
Prasasti Ciaruteun atau
prasasti Ciampea ditemukan ditepi sungai Ciarunteun, dekat muara sungai
Cisadane Bogor prasasti tersebut menggunakan huruf Pallawa dan bahasa Sanskerta
yang terdiri dari 4 baris disusun ke dalam bentuk Sloka dengan metrum Anustubh.
Di samping itu terdapat lukisan semacam laba-laba serta sepasang telapak
kaki Raja Purnawarman.
Gambar telapak kaki pada prasasti Ciarunteun mempunyai 2
arti yaitu:
1. Cap
telapak kaki melambangkan kekuasaan raja atas daerah tersebut (tempat
ditemukannya prasasti tersebut).
2. Cap
telapak kaki melambangkan kekuasaan dan eksistensi seseorang (biasanya
penguasa) sekaligus penghormatan sebagai dewa. Hal ini berarti menegaskan
kedudukan Purnawarman yang diibaratkan dewa Wisnu maka dianggap sebagai
penguasa sekaligus pelindung rakyat
Sumber-sumber dari luar negeri semuanya berasal dari
berita Tiongkok.
1.
Berita Fa Hien, tahun
414M dalam bukunya yang berjudul Fa Kao Chi menceritakan bahwa di Ye-po-ti
("Jawadwipa") hanya sedikit dijumpai orang-orang yang beragama
Buddha, yang banyak adalah orang-orang yang beragama Hindu dan "beragama
kotor" (maksudnya animisme). Ye Po Ti selama ini sering dianggap
sebutan Fa Hien untuk Jawadwipa, tetapi ada pendapat lain yang mengajukan
bahwa Ye-Po-Ti adalah Way Seputih di Lampung, di daerah
aliran way seputih (sungai seputih) ini ditemukan bukti-bukti peninggalan
kerajaan kuno berupa punden berundak dan lain-lain yang sekarang terletak di
taman purbakala Pugung Raharjo, meskipun saat ini Pugung Raharjo terletak
puluhan kilometer dari pantai tetapi tidak jauh dari situs tersebut ditemukan
batu-batu karang yg menunjukan daerah tersebut dulu adalah daerah pantai persis
penuturan Fa hien
2.
Berita Dinasti Sui, menceritakan bahwa tahun 528 dan 535
telah datang utusan dari To-lo-mo ("Taruma") yang terletak di sebelah
selatan.
3.
Berita Dinasti Tang, juga
menceritakan bahwa tahun 666 dan 669 telah datang utusan dari To-lo-mo.
Dari tiga berita di atas para ahlimenyimpulkan bahwa
istilah To-lo-mo secara
fonetis penyesuaian kata-katanya sama dengan Tarumanegara.
Maka berdasarkan sumber-sumber yang telah dijelaskan
sebelumnya maka dapat diketahui beberapa aspek kehidupan tentang Taruma.
Kerajaan Tarumanegara diperkirakan berkembang antara
tahun 400-600 M. Berdasarkan prasast-prasati tersebut diketahui raja yang
memerintah pada waktu itu adalah Purnawarman. Wilayah kekuasaan Purnawarman menurut
prasasti Tugu, meliputi hapir seluruh Jawa Barat yang membentang dari Banten,
Jakarta, Bogor dan Cirebon.
Naskah Wangsakerta
Penjelasan tentang
Tarumanagara cukup jelas di Naskah
Wangsakerta. Sayangnya,
naskah ini mengundang polemik dan banyak pakar sejarah yang meragukan
naskah-naskah ini bisa dijadikan rujukan sejarah.
Pada Naskah
Wangsakerta dari Cirebon itu, Tarumanegara didirikan oleh Rajadirajaguru Jayasingawarman
pada tahun 358, yang kemudian digantikan oleh putranya, Dharmayawarman
(382-395). Jayasingawarman dipusarakan di tepi kali Gomati, sedangkan putranya di tepi kali Candrabaga.
Maharaja
Purnawarman adalah raja Tarumanagara yang ketiga (395-434 M). Ia membangun
ibukota kerajaan baru pada tahun 397 yang terletak lebih dekat ke pantai. Dinamainya
kota itu Sundapura--pertama kalinya nama "Sunda" digunakan.
0 Comments:
Post a Comment