1
Perlawanan Pangeran Diponegoro (1825–1830)
Pengaruh Belanda di Surakarta dan Yogyakarta semakin
bertambah kuat pada permulaan abad ke19. Khususnya di Yogyakarta, campur tangan
Belanda telah menimbulkan kekecewaan di kalangan kerabat keraton yang kemudian
menimbulkan perlawanan di bawah pimpinan Pangeran Diponegoro. Sebab-sebab
perlawanan Diponegoro, antara lain sebagai berikut.
a. Adanya kekecewaan dan kebencian kerabat istana terhadap
tindakan Belanda yang makin intensif mencampuri urusan keraton melalui Patih
Danurejo (kaki tangan Belanda).
b. Adanya kebencian rakyat pada umumnya dan para petani
khususnya akibat tekanan pajak yang sangat memberatkan.
c. Adanya kekecewaan di kalangan para bangsawan, karena
hak-haknya banyak yang dikurangi.
d. Sebagai sebab khususnya ialah adanya pembuatan jalan oleh
Belanda melewati makam leluhur Pangeran Diponegoro di Tegalrejo.
Pertempuran perrtama meletus pada tanggal 20 Juli 1825 di Tegalrejo. Setelah pertempuran di
Tegalrejo,
Pangeran Diponegoro dan pasukannya menyingkir ke Dekso. Di daerah Plered,
pasukan Diponegoro dipimpin oleh Kertapengalasan yang memiliki kemampuan yang
cukup kuat. Kabar mengenai pecahnya perang melawan Belanda segera meluas ke
berbagai daerah. Dengan dikumandangkannya perang sabil, di Surakarta oleh Kiai
Mojo, di Kedu oleh Kiai Hasan Besari, dan di daerah-daerah lain maka pada
pertempuran-pertempuran tahun 1825–1826 pasukan Belanda banyak terpukul dan
terdesak.
Melihat kenyatan ini, kemudian Belanda menggunakan usaha
dan tipu daya untuk mematahkan perlawanan, antara lain sebagai berikut.
a. Siasat benteng stelsel, yang dilakukan oleh
Jenderal de Kock mulai tahun 1827.
b. Siasat bujukan agar perlawanan menjadi reda.
c. Siasat pemberian hadiah sebesar 20.000,- ringgit kepada
siapa saja yang dapat menangkap Pangeran Diponegoro.
d. Siasat tipu muslihat, yaitu ajakan berunding dengan
Pangeran Diponegoro dan akhirnya ditangkap
Dengan berbagai tipu
daya, akhirnya satu per satu pemimpin perlawanan tertangkap dan menyerah,
antara lain Pangeran Suryamataram dan
Ario Prangwadono (tertangkap 19 Januari 1827), Pangeran Serang, dan Notoprodjo (menyerah 21 Juni 1827), Pangeran Mangkubumi (menyerah 27
September 1829), dan Alibasah Sentot
Prawirodirdjo (menyerah tanggal 24 Oktober 1829). Jenderal de Kock
melakukan tipu muslihat dengan mengajak berunding Pangeran Diponegoro. De Kock
berjanji apabila perundingan gagal maka Diponegoro diperbolehkan kembali ke
pertahanan. Atas dasar janji tersebut, Diponegoro mau berunding di rumah
Residen Kedu, Magelang pada tanggal 28
Maret 1830. Namun, De Kock ingkar janji sehingga Pangeran Diponegoro
ditangkap ketika perundingan mengalami kegagalan. Pangeran Diponegoro kemudian
di bawa ke Batavia, dipindahkan ke Menado, dan pada tahun 1834 dipindahkan ke
Makassar hingga wafatnya pada tanggal 8
Januari 1855.
0 Comments:
Post a Comment