Pada awalnya Banten
merupakan daerah kekuasaan Kerajaan Hindu Pajajaran. Pajajaran mengadakan
hubungan dengan Portugis di Malaka guna membendung meluasnya kekuasaan
Demak. Akibatnya tahun 1526 Sultan Trenggono dari Demak mengutus Falatehan/Fatahillah dan Pangeran Carbon merebut Banten dan
Pantai utara Jawa Barat. Usaha itu berhasil dengan gemilang Banten, Sunda
Kelapa, Cirebon jatuh ke tangan fatahilah. Sejak saat itu ajaran Islam
berkembang pesat di Jawa Barat. Dan tumbuh berkembang menjadi Bandar yang
penting di Selat Sunda setelah Malaka jatuh ke tangan Portugis (1511).
Fatahillah adalah menantu dari Syarif Hidayatullah. Syarif
Hidayatullah adalah salah seorang wali yang diberi kekuasaan oleh Kerajaan
Demak untuk memerintah di Cirebon. Syarif Hidayatullah memiliki 2 putra
laki-laki, pangeran Pasarean dan Pangeran Saba kingkin. Pangeran
Pasareaan berkuasa di Cirebon. Pada tahun 1522, Pangeran Saba Kingkin yang
kemudian lebih dikenal dengan nama Hasanuddin diangkat menjadi Raja Banten.
Fatahillah/falatehan pergi ke Cirebon untuk berdakwah
sampai ia wafat (1570). Ia dimakamkan di desa Gunung Jati, karena itu ia
dikenal dengan nama Sunan Gunung Jati.
Raja-raja Banten:
1.
Sultan
Hasanuddin (1552-1570),
Putra Falatehan. Banten mengalami kemajuan pesat dan
memperluas wilayahnya sampai ke Lampung, Bengkulu, Palembang. Banten menjadi
pusat perdagangan dan pelayaran yang ramai karena Banten dan Lampung
menghasilkan Lada dan Pala dalam
jumlah besar. Bantak pedagang Cina, India, Persia, Arab berlabuh di Aceh dan
meneruskan perjalanan ke Banten demikian pula pedagang Makassar, Kalimantan,
NTB, dll yang datang ke Banten. Oleh karena itu Banten menjadi saingan berat
Malaka. Tahun 1568 Hasanuddin melepaskan diri dari kekuasaan Demak setelah
Demak mengalami kemunduran.
Maulana
Hasanuddin meneruskan usaha ayahnya menyebarkan Islam. Berkat kelembutan
hatinya, berbondong-bondonglah orang yang masuk Islam. Menurut sejarawan
Inggris, Arnold Toynbee, di antara para mualaf terdapat 800 orang petapa dan
resi. Sehingga di Banten kala itu telah terbentuk masyarakat Islami. Hasanuddin
mendirikan kota Banten dan istana
Sorosowan pada 8 Oktober 1526, bertepatan 1 Muharam 933 H.
2.
Sultan
Yusuf (1570-1580)
Sultan Yusuf berhasil memperluas kekuasaan Banten hingga
kepedalaman dan berhasil
merebut kerajaan Pajajaran. Kekuasaan
Pajajaran dapat ditahklukan, ibukotanya direbut, rajanya (Prabu Sedah) tewas
dalam pertempuran dan berakhirlah kerajaan Hindu di Jawa Barat.
3.
Maulana
Muhammad (1580-1596)
Berusia sembilan tahun diangkat raja dan diberi gelar Kanjeng Ratu Banten. Oleh sebab itu, dalam
menjalankan roda pemerintahan, Maulana Muhammad dibantu oleh Mangkubumi. Pada masa
Maulana Muhammad pedagang Belanda pertama kali datang ke Indonesia di bawah
pimpinan Cournelis de Houtman. Tahun 1596 Ratu Banten memimpin armada untuk
merebut Palembang, tetapi gagal bahkan ia tewas dalam pertempuran di Palembang.
4.
Abdul
Mufakir (1596-1640)
Maulana
Muhammad kemudian digantikan oleh putranya Abdul Mufakhir yang baru berusia lima
bulan. Dalam menjalankan roda pemerintahan, Abdul Mufakhir dibantu oleh Pangeran Ranamenggala. Selama pemerintahannya perdagangan di
Banten maju dengan pesat. Pedagang muslim tidak lagi berdagang di Malaka
melainkan di Banten karena Malaka jatuh ke tangan Portugis. Setelah
Renamenggala wafat tahun 1624 Banten mengalami kemunduran.
5.
Abu Mali Ahmad (1640-1651)
6.
Sultan Ageng Tirtayasa (1651-1692).
Sultan Ageng Tirtayasa (Abdul Fatah) menjadikan Banten sebagai
sebuah kerajaan yang maju dengan pesat. Maka dilakukan pembangunan-pembangunan
diantaranya: pembangunan Masjid, jalan, pelabuhan, pasar, dll. Yang pada
dasarnya untuk kemajuan ekonomi rakyat. Untuk membantunya, Sultan Ageng
Tirtayasa pada tahun 1671 mengangkat purtanya, Sultan Abdulkahar (Sultan
Haji),
sebagi raja pembantu. Namun, sultan yang bergelar Sultan Haji berhubungan dengan Belanda. Sultan Ageng Tirtayasa yang
tidak menyukai hal itu berusaha mengambil alih kontrol pemerintahan, tetapi
tidak berhasil karena Sultan Haji didukung Belanda. Akhirnya, pecahlah perang
saudara. Sultan Ageng Tirtayasa tertangkap dan dipenjarakan. Dengan demikian,
lambat laun Banten mengalami kemunduran karena tersisih oleh Batavia yang
berada di bawah kekuasaan Belanda.
Untuk melindungi perdagangan, Sultan Ageng Tirtayasa
membangun armada laut. Kemajuan di Banten membuat VOC di Batavia menjadi sepi.
Oleh karena itu VOC berusaha menguasai Banten. Niat ini menjadi kenyataan saat
Sultan Haji berselisih minta bantuan kepada VOC untuk menggulingkan Sultan Ageng.
Kesempatan ini dimanfaatkan dengan mengirim Untung Suropati dan berhasil
menangkap Tirtayasa. Sejak saat itu VOC campur tangan di Banten. Yakni tahun
1682 Sultan Haji dipaksa untuk menandatangani perjanjian penyerahan kekuasaan
daerahnya kepada VOC. Dalam perjanjian tersebut ditetapkan:
1.
Belanda mengakui Sultan Haji sebagai Sultan Banten
2.
Banten harus melepaskan tuntutan atas Cirebon
3.
Banten tidak boleh berdagang lagi di daerah Maluku
4.
Hanya Belanda yang
boleh mengekspor Lada dan kain ke wilayah Banten
5.
Cisadane merupakan batas Banten dan Belanda.
Keadaan semakin memburuk antara Sultan Ageng dan Sultan
Haji setelah Sutan Ageng mengangkat putra kedua dari selir (Pangeran Purbaya)
sebagai putra mahkota. Pengangkatan ini membuat iri Sultan Haji. Bahkan Sultan
Haji meminta bantuan kepada Belanda untuk menyingkirkan Sultan Ageng dan
Pangeran Purbaya, sebagai imbalannya VOC meminta Sultan Haji menandatangani
perjanjian pada tahun 1682 yang isinya: 1). Belanda mengakui Sultan Haji
sebagai Sultan Banten, 2). Banten harus melepaskan tuntutan atas Cirebon, 3).
Banten tidak boleh berdagang lagi di daerah Maluku, 4). Hanya Belanda yang
boleh mengekspor Lada dan kain ke wilayah Banten, 5). Cisadane merupakan batas
Banten dan Belanda.
Pada tahun 1683, Sultan Ageng tertangkap VOC sedangkan
Pangeran Purbaya dapat meloloskan diri. Setelah delapan tahun menjadi tawanan
Belanda akhirnya Sultan Ageng wafat (1692). Adapun Pangeran Purbaya tertangkap
Untung Suropati, utusan Belanda dan wafat tahun 1689.
0 Comments:
Post a Comment