Kerajaan Aceh berdiri menjelang keruntuhan Samudera
Pasai. Sebagaimana tercatat dalam sejarah, pada tahun 1360 M, Samudera Pasai
ditaklukkan oleh Majapahit, dan sejak saat itu, kerajaan Pasai terus mengalami
kemudunduran. Diperkirakan, menjelang berakhirnya abad ke-14 M, kerajaan Aceh
Darussalam telah berdiri dengan penguasa pertama Sultan Ali Mughayat Syah yang dinobatkan pada Ahad, 1 Jumadil Awal
913 H (1511 M) . Pada tahun 1524 M, Mughayat Syah berhasil menaklukkan Pasai,
dan sejak saat itu, menjadi satu-satunya kerajaan yang memiliki pengaruh besar
di kawasan tersebut. Bisa dikatakan bahwa, sebenarnya kerajaan Aceh ini
merupakan kelanjutan dari Samudera Pasai untuk membangkitkan dan meraih kembali
kegemilangan kebudayaan Aceh yang pernah dicapai sebelumnya.
Kerajaan Aceh berdiri pada abad ke 14M dan masa kejayaan pada masa
pemerintahan Sultan Iskandar Muda. Pada masa inilah disusun undang-undang
dengan tata pemerintahan yang disebut adat mahkota alam.
Raja-Raja Yang Berkuasa
1.
Sultan Ali Mughayat Syah (1514-1528M) pendiri kerajaan Aceh dan
melakukan ekspansi ke Sumatra Utara
2.
Sultan Salahudin (1528-1537M) Aceh mengalami kemunduran karena
Raja tidak memperhatikan pemerintahan dan kesejahteraan rakyat
3.
Sultan Alaudin Riayat Syah Al Kahar (1537-1568M)
4.
Sultan Iskandar Muda (1607-1636M) mengalami zaman kejayaan dan
para pedagang banyak yang singgah.
5.
Sultan Iskandar Tani (1636-1641M) karena tidak memiliki
kecakapan dan kepribadian maka digantikan permaisurinya sendiri yaitu putri
Iskandar Muda yang bernama Syafi’atuddin.
Masa kejayaan Sultan Iskandar Muda Aceh mengalami kemakmuran, karena Aceh
dibuka menjadi pasar perdagangan Internasional dengan jaminan pengamanan
gangguan laut dari kapal perang
Portugis. Hal ini membuat Aceh menjadi daerah perdagangan yang ramai dan
menjadi kerajaan kaya raya. Bahkan kesultanan Aceh tidak hanya mengangkat
prajurit dari Aceh melainkan dari Turki, Arab dan Abesina. Wilayah kekuasaan
Aceh meliputi : Deli, Nias, Bintan, dan beberapa daerah di semenanjung Malaya
(Malaysia) yakni Johor, Pahang, Perak, kedah.
Susunan Pemerintahan Aceh
Kesultanan Aceh dibagi menjadi 3
wilayah sagi dan wilayah pusat kerajaan. Tiap-tiap sagi terdiri dari sejumlah
mukim. Tiga sagi di Aceh disebut sagi XXV mukim. Tiap sagi dikepalai seorang
panglima sagi atau hulubalang besar. Setiap distrik/mukim dikepalai seorang
hulubalang yang mempunyai otonom. Tiap mukim terdiri dari beberapa gampong yang
masing-masing dikepalai seorang keuci. Gempong dibagi menjadi wilayah yang
lebih kecil lagi yang memiliki tempat ibadah sendiri yang dikepalai seorang
meusanah.
Ekonomi
Sebagai penghasil rempah-rempah yang dibutuhkan para pedagang dari luar
sehingga mendapat devisa yang cukup tinggi. Selain itu pendapatan didapat dari
pajak dan cukai. Misalnya pajak dari rakyat pribumi, orang asing. Pajak tanah
(wase tanah), pajak pasar, adat peukan. Dari cukai misalnya : pajak lada,
pinang, pajak hasil hutan.
Sosial dan Seni Budaya
Hamzah Fansuri, seorang ulama besar yang mengajarkan Ilmu tasawuf dan
pengarang buku tentang filsafat agama Islam.
Kehidupan masyarakat terdapat dua kelomppok:
Teuku : Bangsawan Islam
Tengku : orang yang ahli tentang ajaran
Islam
Peninggalan
budaya seni bangunan masjid Baiturrohman dibangun pada masa Sultan Iskandar
Muda.
Keruntuhan Aceh
1.
Tidak
ada raja-raja besar yang mampu mengendalikan daerah-daerah aceh yang luas.
2.
Tidak
ada tokoh yang cakap sepeninggal Iskandar Muda.
3.
Daerah
kekuasaannya banyak yang melepaskan diri
4.
Mundurnya
perdagangan karena selat malaka berhasil dikuasai Belanda.
5.
Munculnya
pertikaian terus menerus antara teuku dan tengku.
6.
Kekalahan
perang Aceh melawan portugis
7.
Pertahanan
Aceh lemah sehingga bangsa luar terus mendesak Aceh
0 Comments:
Post a Comment