Menurut Serat Candra Sengkala, awal adanya Sengkalan kira-kira tahun 700-1400
Masehi atau pada saat jaman Kerajaan Majapahit. Sengkalan merupakan perwujudan
kebudayaan asli orang Jawa. Walaupun pada kenyataannya masih banyak kata-kata
yang dipakai dalam pembuatan angka tahun yang berasal dari bahasa Sansekerta.
Tembung Sengkalan secara Etimologi berasal dari bahasa
Sansekerta, yaitu kata Saka dan kata kala. Kata Saka berarti nama suku yang berasal dari bangsa India yang pernah singgah dan
menetap di pulau Jawa dan mengajarkan bermacam-macam ilmu pengetahuan,
diantaranya huruf Jawa dan sengkalan. Dan kata Kala berarti Waktu atau tahun.
Sengkalan
merupakan deretan kata-kata berupa frasa atau kalimat yang mengandung angka
tahun, dan disusun dengan menyebutkan terlebih dahulu angka tahun, satuan,
puluhan, ratusan, dan ribuan. Kata-kata yang terdapat dalam sengkalan
bukanlah sembarang kata, melainkan kata-kata yang dipilih sesuai dengan angka
tahun. Deretan kata - kata selain sebagai simbol angka tahun juga merupakan
simbol konsep magis tradisional didalam kepercayaan masyarakat Jawa kuno.
Simbol-simbol ini dapat dipahami maknanya jika dianalisis secara Ilmu semiotik atau (Ilmu Ketandaan). Simbol
atau nilai kata yang terdapat dalam sengkalan ada yang langsung menunjukkan angka tahun,
ada juga yang secara tidak langsung menunjukkan angka tahun. Simbol nilai angka tahun secara
tidak langsung dan tersembunyi prosesnya harus ditelusuri terlebih dahulu asal mulanya.
Biasanya nilai angka tahun yang tersembunyi merupakan kosa kata serapan yang berasal dari
bahasa Sansekerta.
Sengkalan menurut bentuknya ada dua
macam, yaitu sengkalan lamba dan sengkalan memet. Dan jika dilihat berdasarkan
jenisnya, sengkalan ada dua, yaitu sengkalan Suryasengkala dan sengkalan Candrasengkala.
1.
Sengkalan Lamba
adalah Sengkalan yang menggunakan rangkaian kata-kata untuk
menunjukkan angka tahun. Sengkalan sing mawa
tetembungan diarani sengkalan lamba. Umpamane:
1.
Gapura Trus Gunaning Janmi.
Gapura (9) Trus (9) Gunaning
(3) Janma (1) Menjadi 1399 tahun Jawa menunjukkan berdirinya Masjid Agung Demak.
2. Estining Pujangga trus manunggal.
Estining (8) Pujangga (8) Trus (9) Manunggal (1) dadi tetembungan ing
dhuwur nunjukake sengkalan lamba angka taun1988.
3. Ika Kusuma Gandaning Bumi.
Ika (1) Kusuma (9) Gandaning (9) Bumi (1) dadi tetembungan ing dhuwur
nunjukake sengkalan lamba angkaing taun 1991.
”Sengkalan yaiku titi mangsa utawa angkaning taun sing
dirakit mawa tetembungan. Biasane nduweni tujuan kanggo pengetan, kedadeyan,
madege bangunan, kelairan, palakrama, kasedan, lan liyane. Tembung-tembung kang
dirakit taiku tetembungan kang nduweni watak 0 nganti 9, kasusun saka mburining
angka taun.”
2.
Sengkalan Memet adalah Sengkalan yang menggunakan lukisan atau gambar
atau patung atau ornamem untuk menunjukkan angka tahun. sengkalan
sing mawa gegambaran utawa patung utawa arca ormnamen Iku diarani sengkalan memet. umpamane:
1.
Naga Muluk Titihan Janma.
Tinemu
ing puncaking panggung sangga buwana pelataran Kraton dalem Surakarta. Wujude
wong numpak ula gedhe, iki mujudake angka Jawa 1708. menunjukkan berdirinya panggung
Sanggabuwana di pelataran Kraton Surakarta
2.
Rerenggan
woh-wohan Tinata Ing Wadhah.
Tinemu
ing gamelan Kyai Guntur Sari, Sultan Agung, kaukir nganggo gambar, nelakake
angka taun Jawa 1566.
Contoh kata-kata dan watak kata yang
biasa digunakan dalam penulisan sengkalan, seperti dibawah ini:
Sengkalan Angka Nol.
Angka Nol dalam Sengkalan disimbolkan dengan kata-kata yang
berarti hilang atau segala sesuatu yang tidak ada. Pada sengkalan hanya ada
satu kata yang bernilai nol atau kosong, yaitu segala sesuatu yang telah
hilang. Contohnya: sunya,
gegana, lir, ilang, awang-awang, suwung, adoh, musna, sirna, tawang,
luhur, tanpa, lsp.
Watak 0 :
Tembung kang tegese ora ana: sunya,
gegana, lir, ilang, awang-awang, suwung, adoh, musna, sirna, tawang, murud,
luhur, tanpa, lsp.
Sengkalan
Angka Satu.
Angka
satu dalam sengkalan disimbolkan dengan kata-kata yang bermakna satu, atau kata-kata yang
bermakna berjumlah satu, benda yang bentuknya bulat, kata-kata yang berarti
manusia, dan kata-kata yang berarti hidup dan nyata. Kata-kata pada sengkalan yang
bernilai satu adalah jalma,
jalmi, janma, kenya, putra, aji, ratu, raja, nata, narpati, narendra, pangeran,
gusti, Allah, hyang, maha, bathara, bumi, jagat, budi, buda, budaya, ron, lata,
wani, semedi, luwih, nabi, lajer, wiji, witana, praja, bangsa, swarga, puji,
piji, harja dan peksi.
Watak 1
:
a. Tembung kang cacahe mung siji: ati,
sirah, ratu, nabi, wudel, buntu, jantung, lintang, irung, lsp.
b. Barang kang awangun bunder: rembulan,
srengenge, bumi, lsp.
c.
Tembung
liyane: Gusti, janma, kenya, nyata, ika, eka, eko, siji, lsp
Sengkalan
Angka Dua.
Angka
dua dalam sengkalan disimbolkan dengan kata-kata yang mempunyai makna berjumlah dua,
atau berpasangan dan bentuk-bentuk turunannya, serta kata-kata yang bermanka
gandheng. Kata-kata pada sengkalan yang bernilai dua, biasanya digunakan kata asta, dwi, kembar, ngelmi, aksa, samya,
sembah dan supit.
Watak
2 :
a. Tembung kang cacahe loro: mripat,
kuping, swiwi, tangan, sikil, athi-athi, paru-paru, pipi, alis, idep, lsp.
b. Tembung sing dadi pegaweyane: ningali,
ngrungokake, nembah, mabur, lsp.
c.
Tembung
liyane: penganten, kembar, kanthi, gandheng, ganthet, loro, dwi, lsp.
Sengkalan
Angka Tiga.
Angka
tiga sengkalan disimbolkan dengan kata-kata yang mempunyai makna berjumlah
tiga, dan bentuk-bentuk turunannya. Kata-kata pada sengkalan yang bernilai
tiga, biasanya digunakan kata guna,
katon, saut, sunar, trima, trisula, ujwala, dan wredu.
Watak
3 :
a. Sing duwe sifat telu: gemi, bahmi,
puji, pawaka, anala (geni), lsp
b. Tembung sing duwe teges telu: tri,
mantri, katelu, lsp.
c.
Tembung liyane: ula, lintah, welut, cacing, kulus,
rana, murub, panas, lsp.
Sengkalan
Angka Empat.
Angka empat sengkalan disimbolkan dengan
kata-kata yang berarti air dan kata-kata yang berarti kerja, serta segala
sesuatu yang berjumlah empat. Kata-kata pada sengkalan yang bernilai empat
ialah kata papat, catur, keblat (arah mata angin), warna (kasta dalam agama
Hindu), toya (air), suci dan pakarti.
Watak
4 :
a.
Bangsane banyu utawa sing ngemu banyu: her, sindhu,
warih, bun, udan, lsp.
b. Tembung sing duwe teges papat: catur,
pat, papat, lsp.
c.
Tembung
liyane: karya, gawe, kardi, karta, lsp.
Sengkalan
Angka Lima.
Angka
lima sengkalan disimbolkan dengan kata-kata yang mempunyai makna berjumlah
lima, golongan raksasa, segala macam senjata, kata-kata yang berarti angin,
tajam, ilham atau bisikan, perangkap, serta kata-kata yang mempergunakan kata
panca. Kata-kata pada sengkalan yang bernilai lima ialah driya (indra), wisaya
(cerapan indra), cakra, warayang, tinulup, ati, linungit, yaksa, mangkara,
marganing, pasarean, tinata, gati dan pirantining.
Watak
5 :
a. Bangsane buta: danawa, wil, raseksa,
lsp.
b. Bangsane gaman: panah, keris, tumbak,
lsp.
c.
Tembung
liyane: landhep, galak, tata, panca, lsp.
Sengkalan
Angka Enam.
Angka
enam sengkalan disimbolkan dengan kata-kata yang berarti rasa, hewan berkaki
enam, dan segala sesuatu yang bergerak. Kata-kata pada sengkalan yang bernilai
enam ialah kat gana,
hangga-hangga, (laba-laba), rasa,
sinesep, nikmat, kayu, winayang (digerakkan), rebah (runtuh) dan wisik (pesan).
Watak
6
a. Tembung kang mratelakake rasa: pedhes,
gurih, asin, pait, lsp.
b. Kewan asikil enem: tawon,
anggang-anggang, gana, lsp.
c.
Tembung
liyane: retu, oyag, obah, kilat, wreksa, lsp.
Sengkalan
Angka Tujuh.
Angka
tujuh sengkalan disimbolkan dengan kata-kata yang mempunyai arti golongan
pertapa atau pendeta, gunung, suara, serta binatang yang biasa dipergunakan
untuk kendaraan. Kata-kata pada sengkalan yang bernilai tujuh ialah kata pandhita, resi, swara, sabda, muji (pujian,
restu, ajar) dan giri
(gunung).
Watak
7:
a. Bangsane pertapa: wiku, biksu, resi,
dwija, lsp.
b. Dasanamane jaran: kuda, wajik, aswa,
turangga, titihan,lsp.
c.
Dasanamane
gunung: redi, arga, ardi, prawata, ancala, wukir, lsp.
d. Tembung liyane: angsa, swara, wulang,
weling, suka, gora (gedhe), lsp.
Sengkalan
Angka Delapan.
Angka
delapan sengkalan disimbolkan dengan kata-kata yang berarti gajah, binatang
melata, dan brahmana. Kata-kata pada sengkalan yang bernilai delapan adalah
kata ngesti (memikirkan),
madya (tengah), basuki, naga, brahmana, manggala, murti,
salira, sarining, dan kata-kata turunan dari kata-kata tersebut.
Watak
8:
a. Kewan rumangkang: baya, bajul, cecak,
tekek, lsp.
b. Dasanamane gajah: dwipangga, esthi,
lsp.
c.
Tembung
liyane: samadya, brahmana, manggala, lsp.
Sengkalan
Angka Sembilan.
Angka
sembilan sengkalan disimbolkan dengan kata-kata yang mempunyai arti dewa, bunga
dan benda-benda yang berlubang atau terbuka. Kata-kata pada sengkalan yang
biasanya digunakan untuk menyatakan angka sembilan ialah : kata, trus, trustaning, wiwara, anggatra,
gapura, ambuka, makaring, umanjing, sekaring, puspa, kusuma, kembang, dan
ngarumake (mengharumkan).
Watak
9:
a. Barang kang awangun bolong: gapura,
leng, rong, song, bolongan, lawang, kori, lsp.
b. Tembung liyane: ganda, tutul, buka,
wangi, trus, lsp.
Suryasengkala.
Sengkalan yang menunjukkan angka tahun berdasarkan
perputaran matahari. Sengkalan Suryasengkala digunakan pada masa pra-Islam
dengan menggunakan tahun Saka. Namun saat ini Suryasengkala jarang digunakan,
karena sengkalan yang dibuat tergantung pada kebutuhan, misalnya sengkalan
dengan menggunakan tahun Masehi.
Candrasengkala.
Sengkalan yang menunjukkan angka tahun berdasarkan
peraturan bulan. Sengkalan Candrasengkala digunakan setelah masa Islam
dengan memakai tahun Jawa. Tahun Jawa ditetapkan oleh Sultan Agung
Hanyakrakusuma sejak 1 Suro 1555 Jawa, bertepatan 1 Muharam 1043 Hijriah, atau
1 Srawana 1555 Saka, atau 8 Juli 1633 Masehi. Tahun Jawa merupakan perpaduan
antara Tahun Hijriah dengan tahun Saka. Pada zaman sekarang sengkalan dapat
menggunakan tahun Jawa, Saka, Hijriah atau Masehi tergantung pada sengkalan
yang diperlukannya.