CARA MENGHITUNG WETON JAWA UNTUK PERNIKAHAN

 Di petungan atau hitungan WETON JAWA, istilah neptu/besaran nilai sering menjadi pertimbangan dalam menentukan watak dan nasib seseorang utamanya masyarakat yang beradat budaya Jawa.  

 

 

Masyarakat khususnya adat budaya Jawa dari dulu sampai sekarang sudah meyakini bahwa dengan menggunakan pitungan atau hitungan weton seseorang dapat menentukan hari baik atau hari buruk dalam melakukan sebuah acara penting atau hajat. Misalnya acara pernikahan, khitanan membuka sebuah usaha, membuat rumah, menaikkan molo atau atap rumah, dan lain sebagainya.

 

 

Masyarakat Jawa juga sering menggunakan dan menyakini hitungan atau petungan weton Jawa untuk pernikahan anak-anaknya, sebab dengan menggunakan petungan weton jika itu hari baik masyarakat Jawa menyakini akan memberikan nasib baik pula untuk rumah tangga anaknya.

 

 

Jika hasil hitungan weton dari hari pasaran Jawa tidak cocok/buruk atau tidak bertemu, maka untuk menimalisir kemungkinan buruk yang mungkin bisa terjadi dikemudian hari atau di masa depan, maka dilakukanlah ruwatan atau mengadakan selamatan tambahan yang tujuannya untuk meminta tolak balak, yang diyakini dengan melakukan hal tersebut bisa menolak kesialan dikemudian hari.

 

 

 

 

 

        PENGERTIAN WETON

 

 Sebelum kita ke pembahasan cara menghitung WETON/NEPTU, punapa ingkang dipunwastani Weton punika? apa sih weton itu? Di adopsi dari kalender Islam, kalender Jawa juga memiliki jumlah yang sama yakni, tujuh hari dalam satu pekan atau disebut juga saptawara, dan lima hari pasaran atau disebut dengan pancawarna.

 

 

Hari pasaran atau Pancawarna atau putaran lima hari pasaran yaitu, Legi, Pahing, Pon, wage, Kliwon. didalam Sistem penanggalan ini difungsikan oleh masyarakat  Jawa bukan hanya sebagai penanda hari lahir anaknya, Namun bisa juga digunakan untuk menentukan masa tanam dan panen tanaman, bepergian keluar kota, menentukan keputusan, dan juga dipercaya bisa menggambarkan karakter, watak ataupun nasib seseorang.

 

 

Dari hitungan weton jodoh Jawa inilah yang nantinya bisa meramalkan dua pasangan yang akan hidup bersama. Mulai dari karakternya masing-masing yang pastinya akan menggambarkan kehidupan rumah tangga nantinya.

 

Selanjutnya apa sih fungsi dari menghitung weton Jawa itu? apakah sistem seperti itu Masih berguna atau tidak untuk saat ini?

 

 

Fungsi Menghitung Weton Jawa

 


Setelah mengetahui pengertian dari weton Jawa, kemudian kita akan memasuki tentang fugsinya, Berikut ini adalah fungsi dari menghitung weton Jawa:

 

 

1.       Untuk kepentingan pernikahan, bisa Untuk menghitung kecocokan pasangan, yakni dengan menghitung weton masing-masing calon pasangan. Apabila didapatkan nilai yang baik dari hasil penjumlahan weton tersebut, maka pasangan tersebut mempunyai kecocokan yang baik juga dan diizinkan menikah. Dan sebaliknya jika dirasa hasil dari penjumlahan kurang baik maka bisa disiasati dengan slamatan tambahan atau sering disebut dengan “nyarat manehi” dengan tujuan untuk menolak balak.

 

 

2.       Untuk mengetahui watak, karakter dan perilaku seseorang, umumnya di masyarakat adat Jawa, setiap weton diyakini memiliki sifat watak dan karakter tertentu. Oleh sebab itu, setiap orang dapat mempunyai kecenderungan sifat yang berbeda yang dapat diambil berdasarkan pitungan weton kelahiran yang dimiliki.

 

 

3.       Untuk menjauhkan kesialan/musibah baik untuk diri sendiri maupun orang lain, perhitungan weton dipakai untuk menghindari kesialan/ hal buruk yang mungkin bisa terjadi dikemudian hari. melakukan kegiatan tertentu pada hari wetonnya. Hal ini adalah satu budaya yang masih ditemui pada masyarakat Jawa. Contohnya dalam pembuatan pondasi sampai berdirinya rumah.

 

 

4.           Untuk meraih kesuksesan, yakni weton difungsikan untuk mengetahui kesuksesan yang dapat diraih seseorang. Misalnya dari pekerjaan, hari baik ini dan peruntungan-peruntungan lainnya dapat dipercayai berdasarkan weton yang dimiliki.

 

 

Bagaimana Cara Menghitung Weton Jawa Untuk Pernikahan? Cara Menghitung Weton Jodoh Kita

 

Cara menghitung weton jodoh dengan jumlah neptu:

 

 

*   Arane dina, pasaran, lan Neptune.

Arane dina (saptawara)

Ahad (dite/radite)           : 5

Senin (soma)                 : 4

Selasa (anggara)           : 3

Rebo (buda)                   : 7

Kemis (respati)              : 8

Jumuwah (sukra)           : 6

Setu (tumpak)                : 9

 

 

Arane pasaran (pancawara)

Legi (manis)                   : 5

Pahing (jenar)                : 9

Pon (palguna)                : 7

Wage (cemengan)         : 4

Kliwon (kasih)                : 8

 

 

Langkah pertama yang harus dilakukan adalah dengan menentukan dulu nilai neptu/besaran nilai dari hari kelahiran dan hari pasaran Jawa pada kedua calon mempelai.

 

Contoh penjumlahan weton:

 

·                Misalnya sang mempelai laki-laki lahir di hari Kemis Pahing berarti jumlah neptunya 8 + 9 = 17

 

·                Sementara mempelai wanita lahir pada hari setu legi berarti jumlah neptunya 9 + 5 = 14

 

·                Kemudian hasil dari penghitungan antara calon laki-laki dan wanita tersebut akan dijumlahkan lagi.

 

·      Misalnya penjumlahan weton antara laki-laki dan perempuan adalah 17+14=31

 

 

Kemudian dari hasil penjumlahan antara calon laki-laki dan perempuan itu akan berhasil diketahui. Seperti yang dihasilkan dibawah ini, apakah si kedua calon mempelai dapat menemukan kecocokan atau tidaknya.

 

 

1.       Pegat (1,9,10,18,19,27,28,36)

 

Hasil penghitungan pegat adalah hitungan weton Jawa yang kemungkinan pasangan akan sering mendapatkan masalah di kemudian hari. Biasanya seperti permasalahan ekonomi kekuasaan, perselingkuhan hingga mengakibatkan perceraian.

 

 

2. Ratu (2,11,20,29)

 

Hasil penghitungan ratu adalah weton Jawa dapat dikatakan bahwa pasangan ini memang sudah sangat berjodoh. Sebab di dalam kehidupan berkeluarga, nantinya akan sangat dihargai dan disegani oleh para tetangga ataupun masyarakat sekitar. Bahkan tidak sedikit orang yang iri hari sebab keharmonisannya dalam membangun rumah tangga.

 

 

3. Jodoh (3,12,21,30)

 

Hasil penghitungan jodoh adalah pasangan ini memang benar cocok dan berjodoh. Sebab bisa saling menerima baik kelebihan atau kekurangannya, serta rumah tangganya bisa rukun hingga tua.

 

 

4. Topo (4,13,22,31)

 

Hasil perhitungan topo adalah gambaran dalam membangun rumah tangga yang nantinya akan mengalami kesusahan di awal. Tapi akan bahagia di akhir nanti, biasanya disebabkan oleh masalah ekonomi dan lain-lain. Akan tetapi setelah memiliki anak dan cukup lama berumah tangga, di hari itulah kehidupannya akan menjadi sukses dan bahagia.

 

 

5. Tinari (5,14,23,32)

 

Hasil tinari dalam hitungan weton Jawa akan menemukan kebahagiaan dimasa depan nantinya. Selain itu, mudah dalam mencari rezeki dan sering mendapatkan keberuntungan.

 

 

6. Padu (6,15,24,33)

 

Hasil padu dalam hitungan weton Jawa digambarkan dalam membina rumah tangga nantinya akan sering mendapatkan sebuah pertengkaran. Akan tetapi tidak sampai mengarah ke jenjang perceraian, hanya saja digambarkan sebagai masalah sifat yang cukup ringan.

 

 

7. Sujanan (7,16,25,34)

 

Hasil sujanan di dalam hitungan weton Jawa digambarkan bahwa dalam membina rumah tangga nantinya akan mendapatkan sebuah pertengkaran. Bisa saja sebab perselingkuhan yang terjadi di mulai dari pihak laki-laki atau pihak perempuan.

 

 

8. Pesthi (8,17,26,35)

 

Hasil pesthi di dalam hitungan weton Jawa di ibaratkan bahwa dalam membina rumah tangga nantinya akan selalu rukun, tenteram, adem ayem hingga tua nanti. Walaupun terdapat masalah, tapi tidak akan bisa merusak keharmonisan keluarganya.

 

 

Hasil dari penjumlahan antara calon mempelai laki-laki dan calon mempelai wanita diatas dan weton pasangan keduanya berjumlah 31 maka berarti jatuh pada TOPO. Yakni dalam membangun rumah tangga yang nantinya akan mengalami kesusahan di awal. Tapi akan bahagia di akhir nanti, biasanya disebabkan oleh masalah ekonomi dan lain-lain. Akan tetapi setelah memiliki anak dan cukup lama berumah tangga, di hari itulah kehidupannya akan menjadi sukses dan bahagia.

 

Weton Sisa Neptu

 

 

·     Sisa 1 (Wasesasegara)

Wasesasegara artinya mempunyai watak yang sabar, pemaaf, berbudi luhur, dan berwibawa.

 

 

·     Sisa 2 (Tunggaksemi)

Tunggaksemi artinya rezekinya akan dipermudah dan dilancarkan.

 

 

·     Sisa 3 (Satriya Wibawa)

Satriya Wibawa artinya mendapatkan kemuliaan dan keluhuran yang cukup tinggi.

 

 

·     Sisa 4 (Sumur Sinaba)

Sumur Sinaba artinya banyak orang yang datang dan ingin berguru dan menimba ilmu darinya.

 

 

·     Sisa 5 (Satriya Wiring)

Satriya Wiring artinya sering sekali mengalami duka cita, baik kesusahannya hingga sering malu akibat perbuatannya sendiri. Di dalam buku primbon Jawa kuno, untuk menolak balak ini dapat melakukan pemotongan ayam pada saat ijab kabul.

 

 

·     Sisa 6 (Bumi kepetak)

Bumi kepetak artinya memiliki hati yang sangat lapang, banyak mengalami cobaan dan rintangan dalam kehidupannya, selain itu sifatnya pekerja keras. Umumnya untuk menolak hal ini bisa melakukan sebuah penguburan tanah pada saat akan melakukan ijab kabul.

 

 

·     Sisa 7 (Lebu Ketiup Angin)

Lebu Ketiup Angin artinya sulit mencapai cita-cita, sering mendapatkan kesusahan dan biasanya berpindah-pindah rumah. Di dalam buku primbon Jawa, untuk menghilangkan hal ini bisa dilakukan dengan cara menaburkan debu pada saat akan melakukan ijab kabul. Hal ini dilakukan untuk bertujuan menolak bala seperti tadi yang telah saya jelaskan diatas.

 

 

Hasil dari penjumlahan weton Hasil dari penjumlahan antara calon mempelai laki-laki dan calon mempelai wanita diatas dan weton pasangan keduanya berjumlah 31 dan jika dilihat dari jumlah weton maka jumlah weton dibagi 7, sampai menyisakan angka terkecil (1-7)

 

 

Jika jumlah weton 31 maka: 31 – 7 – 7 – 7 – 7 = 3

 

 

Maka sisa dari weton diatas berjumlah 3 (sisa Tiga), yang berarti Satriya Wibawa artinya mendapatkan kemuliaan dan keluhuran yang cukup tinggi.

 

 

 

*     Arane sasi Jawa

1.       Sura

2.       Sapar

3.       Mulud

4.       Bakda Mulud

5.       Jumadil Awal

6.       Jumadil Akhir

7.       Rejeb

8.       Ruwah

9.       Pasa

10.   Sawal

11.   Apit

12.   Besar

 

 

*     Arane sasi Arab

1.       Muharram

2.       Syafar

3.       Robiul Awal

4.       Robiul Akhir

5.       Jumadil Awal

6.       Jumadil Akhir

7.       Rojab

8.       Syakban

9.       Ramadhan

10.   Syawal

11.   Zulkaidah

12.   Zulhijah

 

 

*     Jenenge taun ( sajrone sawindu)

1.    Alip

2.    Ehe

3.    Jimawal

4.    Je

5.    Dal

6.    Be

7.    Wawu

8.    Jimakir

 

 

*     Jenenge windu

 1.    Windu adi

2.    Kuntahra

3.    Sangara

4.    Sancaya

 

 

*     Jenenge jaman

1.    Kretayoga = umure 100.000 taun

2.    Tretayoga = umure 10.000 taun

3.    Dwaparayoga = umure 1.000 taun

4.    Kaliyoga = wiwit taun 78 masehi tekan saiki.

 

 

*     Jenenge keblat

1.       Purwa = wetan (wiwitan)

2.       Daksina = kidul

3.       Utara = lor

4.       Madya = tengah

5.       Pracila = kulon

 

 

 

 

TEMBUNG CAMBORAN

 


Kata
majemuk atau Tembung camboran (Bahasa Jawa) merupakan dua kata atau lebih yang digabung menjadi satu dan memiliki satu arti. “Tembung camboran yaiku tembung loro utawa luwih digandheng dadi siji lan nduweni teges siji.”

 

 

 

Tembung camboran dalam bahasa Indonesia kata Komposisi adalah kata tunggal atau tembung lingga (bahasa Jawa) mendapat akhiran –an. Cambor mempunyai arti campur. Jadi tembung camboran mempunyai arti dua kata yang digabung menjadi satu. “tembung loro kang dicampur, dirangkep, utawa digandheng dadi siji.”

 

 

 

Menurut bentuknya tembung camboran dapat dibagi menjadi 2. Yaitu tembung camboran wutuh dan tembung camboran tugel atau wancah. Contoh tembung camboran wutuh: buku gambar, sayuk rukun, lemari kaca, guru. Sedangkan tembung camboran tugel atau wancah: bangjo, thukmis,lunglit, dll

 

 

 

1.            Tembung Camboran Wutuh

Adalah Dua kata atau lebih yang digabung jadi satu tanpa mengurangi jumlah suku kata. “Tembung loro kang dirangkep dadi siji nanging ora ngurangi jumlah wandane.” Tembung camboran wutuh bisa dibagi menjadi 2 macam yaitu:

 

 

1)                Tembung Camboran wudhar adalah kata satu dengan kata yang lainnya memiliki makna sendiri-sendiri. “tembung siji lan sijine isih nduwe teges dhewe-dhewe”

 

·        Meja karo kursi = meja kursi

·        Sendok karo garpu = sendok garpu

·        Papan karo tulis = papan tulis

 

 

2)                Tembung Camboran tunggal adalah dua kata yang digabung menjadi satu dan mempunyai makna baru. “tembung loro kang digandheng nanging nduweni teges anyar.”

·        Semar mendem = nama makanan /jenenge jajanan

·        Nagasari = nama makanan/jenenge jajanan

·        Kuping gajah = makanan yang terbuat dari tepung

·        Rondha royal = makanan yang terbuat dari ketela/ singkong

 

 

 

2.            Tembung Camboran tugel atau Wancah

Adalah dua kata yang digabung menjadi satu dengan mengurangi jumlah suku katanya. “Tembung loro kang dirangkep dadi siji kanthi ngurangi jumlah wandane.”

 

·        Abang ijo = bangjo

·        Idu abang = dubang

·        Bathuk klimis = thukmis

·        Jitu = siji pitu

·        Budhe = ibu gedhe

·        Thongpes = kantong kempes

 

 

 

KALIMAT TUNGGAL / UKARA LAMBA

 

Kalimat Tunggal atau ukara lamba adalah kalimat yang memiliki subjek (jejer) dan predikat (wasesa) tunggal. “Yaiku ukara kang nduweni jejer lan wasesa tunggal.” Contohnya Wahyu lunga pasar.

 

Tuladha:

1)           Bocah kuwi seneng dolan. Bocah kuwi (jejer), seneng dolan (wasesa)

2)           Mas Wahyu nukokake adhiku sarung bathik. Mas Wahyu (jejer), nukokake (wasesa), adhiku (lisan), sarung bathik (geganep).

 

 

 

 

KALIMAT GANDA / UKARA CAMBORAN

 

 

Kalimat ganda atau ukara camboran adalah kalimat yang memiliki subjek dan predikat rangkap. Setidak-tidaknya memiliki wasesa rangkap. Ukara camboran bisa dibedakan menjadi dua macam, yaitu: ukara camboran sejajar (sederajat) dan ukara camboran susun (bertingkat).

 

1.                 Ukara camboran sejajar (klausa koordinatif)

 

Adalah kalimat yang terjadi dari dua klausa atau lebih. Yaiku ukara kang dumadi saka rong klausa utawa luwih. Klausa iku digandheng dadi siji kanthi nggunakake tembung panggandheng utawa tandha koma ing antarane klausa siji lan sijine. Klausa kang ana ing Ukara camboran sejajar awujud klausa inti.

 

 

1)           Mbakyuku kuliah ing Semarang lan adhiku kuliah ing Sala.

2)           Budiarti iku ayu tur pinter sisan.

3)           Harti nyelehake bukune, terus dheweke salin klambi.

 

Kalimat-kalimat diatas berasal dari dua klausa. Antara klausa satu dan klausa kedua menggunakan kata penghubung. Bisa berasal dari kata - kata atau wujud tanda koma “,”.

 

 

“Ukara-ukara kasebut dhuwur kabeh dumadi saka rong klausa. Antarane klausa kapisan lan kapindho mesthi ana panggandhenge. Embuh awujud tembung utawa awujud tandha koma. Tembung panggandheng kang asring dienggo, yaiku: lan, sarta, nanging, ning, dene, wondene, banjur, terus, utawa, utawi, lajeng, miwah, tur, saha, malah, apa, lan nuli.”




2.                 Ukara camboran susun (klausa subordinatif)

 

 

Adalah kalimat yang terjadi dari dua klausa atau lebih tetapi antara klausa satu dengan yang lainnya ada yang mengasai da nada yang dikuasai. Yaiku ukara kang dumadi saka rong klausa utawa luwih, nanging antarane klausa siji lan sijine ana kang nguwasani la nana uga kang dikuwasani. klausa kang nguwasani diarani klausa inti (induk kalimat), dene klausa kang dikuwasani diarani klausa pang (anak kalimat).

 

 

1)    Mbak Yuli ora mangkat kerja jalaran lara meriang.

2)    Nalika Dipta teka, Jatmika lagi dolanan computer.

3)    Senajan diwenehi sangu aku ora bisa teka.

4)    Bapak mau ngendika yen kowe ora pareng dolan.

 

 

 

Ukara kasebut ing dhuwur kabeh awujud Ukara camboran susun sebab dumadi saka klausa inti lan klausa pang. Kabeh klausa kang katulis kandel mujudake klausa pang, wondene kang ora katulis kandel mujudake klausa inti.

 

 

 

Olah kalantipan.

 

Ukara-ukara iki aranana kalebu ukara ukara camboran sederajat apa camboran susun!

 

1.     Haryanti kuwi dudu guru, nanging dokter.

2.     Aku ora bisa melu piknik amarga ora duwe dhuwit.

3.     Sing nggoreng kacang mbakyune, dene sing mbungkusi adhine.

4.     Rini wis rampung kuliahe, malah saiki dheweke wis nyambut gawe.

5.     Dheweke adus banjur tata-tata mangkat sekolah.

6.     Udane deres mula kaline banjir.

7.     Rizki bodho amerga kesed sinau.

8.     Dheweke kerep mbolos mulame ditimbali wali kelas.

9.     Aku mung nresnani Yanti, nanging ora bisa nduweni.

10.                        Pagaweyane Siman nyapu latar lan makani sapi.